Header Ads

Cerume 11

 Budaya gotong royong memang sangat kental dalam masyarakat tanah air, seperti gotong royong membangun rumah, gotong royong, membuka lahan pertanian, gotong royong menanam dan panen padi. Masyarakat Lubai mempunyai tradisi gotong royong menanam padi dalam bahasa Lubai "nugal padi".

Ngambek Ahi :


Ngambek akhi dalam bahasa Lubai, mempunyai makna mengambil hari suatu kegiatan memberikan tenaga bantuan kepada pihak lain agar dihari yang lain orang yang kita bantu tadi akan memberikan tenaga bantuan kepada pihak kita kembali. Pelaksanaan ngambek akhi biasanya dilaksana pada saat kegiatan musim nugal, yaitu acara menanam padi di ladang dalam bahasa Lubai "ume". Nugal padi adalah kegiatan bergotong royong dengan cara melubangi tanah dengan alat tugal kemudian di isi dengan benih padi.
Keluarga besar kami pernah mengadakan acara "ngambek akhi nugal padi". Waktu itu keluarga kami mengadakan acara "ngambek akhi di Ladang kami di Dataran Gemsuruman Desa Kurungan Jiwa Kec. Lubai Kab. Muara Enim. Prov. Sumatera Selatan. Sistem ngambek akhi seperti arisan tenaga. Dalam kesempatan ini keluarga kami sebagai tuan rumah arisan tenaga kerja, mendapat giliran untuk mengundang orang. Pada hari yang lain Ayahanda kami mendapat undangan dari pihak lain, untuk menugal padi.


Alat Produksi Suku Lubai sejak beberapa generasi terdahulu, telah menggunakan alat produksu sebagai berikut :
Beliung adalah alat untuk menebang kayu di didaerah Lubai, rupanya seperti kapak dengan mata melintang. Ada pribahasa bersua beliung dengan sangkal, sepaham dan setujuan).
Cangkul adalah alat untuk menggali dan mengaduk tanah, dibuat dari lempengan besi dan diberi tangkai panjang dari kayu untuk pegangan. Masyarakat Lubai dahulu, kurang mengenal alat ini. Pada saat ini masyarakat Lubai telah menggunakan Cangkul untuk keperluan pertanian bekebun karet. Cangkul dalam babasa Lubai disebut Sehekup.
Parang adalah pisau besar, akan tetapi lebih pendek daripada pedang. Aada bermacam-macam jenisnya yaitu : Golok, lading. Ukuran dan bobot bervariasi, seperti halnya bentukpisau. Golok sering digunakan untuk memotong semak dan cabang. Golok secara tradisional dibuat dengan kenyal baja, biasanya bekas per kendaraan roda empat. Kelewang adalah n pedang pendek yang bilahnya makin ke ujung makin lebar.
Tengkuet adalah untuk merumput. Alat ini berupa pisau bergagang, bentuknya agak melengkung.
Tuai adalah untuk memotong padi ketika panen. Alat ini berupa pisau kecil deberi pegangan tangan dari kayu.
Pahat Nakok adalah untuk mengambil getah karet. Alat ini berupa lempengan besi, bentuknya siku dan tajam. 

Ambek Ahi

Selain untuk tujuan saling menolong, "ambek ahi nugal" juga untuk saling mengunjungi antar saudara atau kerabat. Saat membuat ladang sering kali antara kerabat atau saudara satu dengan lainnya terpisah jauh. Hal itu bisa menyebabkan berbulan-bulan tidak bertemu, karena sibuk mengerjakan ladangnya sendiri-sendiri. Hal itu membuat satu sama lain menjadi saling merindukan, dan begitu banyak cerita yang ingin diceritakan. Kerinduan itu diobati dengan saling bertemu pada saat nugal ini. Sepanjang hari saat menugal semua saling bercerita dan berbagi informasi tentang pengalaman, tentang situasi dan perasaan masing-masing.

Bagi kaum muda saat nugal memiliki makna tersendiri. Masa nugal juga merupakan masa untuk menebar pesona. Masa untuk saling "naksir" dan saling berusaha mendekati si buah hati. Tidak jarang musim nugal menjadi musim "jatuh cinta". Sebagian dari pasangan yang jatuh cinta ini tidak jarang pula menjadi serius, dan hubungan asmara berlanjut, sampai akhirnya nanti dilanjutkan ke ikatan perkawinan.

Penentuan hari "ambek ahi".

Agar tidak saling bertabrakan, terutama bagi kerabat dekat dan mereka yang berladang "be ume", maka hari untuk "ambek ahi nugal" ditentukan secara bersama-sama. Tidak ada dasar pokok dalam penentuan hari tersebut. Bagi keluarga yang punya anak bersekolah yang jauh dari kampung, pemilihan hari biasanya ditentukan berdasarkan kapan anak itu bisa pulang.

Persiapan tuan rumah "ambek ahi".

Bagi keluarga yang jadi tuan rumah biasanya sehari sebelum hari "ambek ahi" sudah bermalam di ladang. Apalagi kalau ladang letaknya jauh dari kampung. Walaupun "dangau ume" atau pondok di ladang belum selesai dibangun, mereka membuat pondok seadanya untuk bermalam. Alasan bermalam di ladang ini karena begitu banyak persiapan yang harus dikerjakan, sebelum pagi datang. Kalau keluarga kecil, kadang ikut membantu adalah anggota keluarga saudara atau kerabat dekat.

Menjelang sore, ayahanda keluarga sudah menyiapkan kayu bakar, tungku dari kayu. Ibunda mencari bahan sayuran, seperti daun ubi kayu, buah betule, buah labu, buah nioh. Benih-benih padi yang akan ditaburkan juga harus disiapkan di ladang atau ume.

Menjelang subuh seluruh keluarga harus sudah bangun. Ibunda "nanak padi pulut kukus", yaitu memasak nasi ketan dengan cara dikukus. Selanjutnya memarut buah kelapa, untuk dijadikan teman makan padi pulut. Padi pulut kukus yang sudah masak dituang dalam baskom dan ditaburi kelapa parut. Sebagai lauk untuk makan pulut kukus disiapkan "daun ubi kayu" tumis yang dicampur ikan teri Palembang.

Benih padi disimpan didalam dunak dan dipersiapkan juga tuku-tuku tempat membawa benih. Setiap orang yang akan membenih, harus membawa 1 tuku benih. Ukuran 1 tuku benih = 1 gantang = 3,125 kilo gram padi.

Semua persiapan tersebut harus sudah selesai sebelum kegiatan nugal dimulai. Artinya persiapan harus sudah selesai sebelum mata hari terbit atau tamu datang. Kegiatan "ambek ahi nugal" akan dimulai sekitar jam delapan atau setengah sembilan pagi.


Persiapan bagi tamu "ambek ahi"

Bagi tamu yang akan ikut "ambek ahi nugal" haruslah mempersiapkan berbagai keperluan seperti "tugal", bagi yang nanti akan menugal, dan "tuku menih", bagi yang nanti akan menaburkan benih.

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar

Cerewet 11

  Kejadian lucu itu masih teringat jelas sampai sekarang. Saat itu tahun 2019, kami sekelompok teman memutuskan untuk berkunjung ke Bantul...

Diberdayakan oleh Blogger.