Cerume 08
be UME DI Gumsuruman
Gumsuruman
adalah suatu dataran rendah yang dapat dijadikan lahan pertanian. Kata
Gumsuruman berasal dari kata dasar Surum. Kata Surum dari bahasa Lubai,
artinya pakai. Di surum artinya dipakai. Jadi maksud kata Gumsuruman
arti pakaian. Makna kata Gumsuruman adalah 'Pakaian untuk pertanian'
Lokasi be Ume
Gumsuruman : terletak di Jalan Raya Beringin, Muara Enim - Indra Laya, OKI, kawasan pertanian ini, masuk wilayah desa Jiwa Baru, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi
Sumatera Selatan.
Tujuan saya membuat cerita be ume di Gumsuruman ini, ingin memberikan informasi kepada anak-anak keturunanku, sanak saudara, handai taulan. Bahwa ada sekelumit kisah indah di tanah pertanian yang telah memberikan sumber makanan, kepada keluarga besar kami.
Mengilang Tebu
Ayahanda membuat kilangan tebu, bentuknya sangatlah sederhana yang hanya terbuat dari pohon kayu. Batang pohon yang agak besar yang kemudian di potong-potong sesuai ukarannya dan kemudian dipahat dengan mengunakan Pahat. Meski bentuknya sangat sederhana, namun pada masa dahulu itu manfaatnya cukup besar dalam kehidupan keluarga kami. Keberadaan Kilangan Tebu ini, diletakan ditengah peladangan milik keluarga kami di Gumsuruman.
Aku sangat terkesan, ketika
ayahanda dan kakak Iskandar menggunakan Kilangan
Tebu ini, cukup sederhana yang di butuhkan hanya tenaga manusia.
Sedangkan
semua alat lainnya seperti Pasak 'Baut' itu juga terbuat dari kayu. Guna
pasak ini adalah untuk memperkokoh Kilangan Tebu supaya dia bisa
berdiri sendiri. Disamping pasak itu juga dibantu dengan dua buah tiang
dari
pohon Leban yang di potong-potong yang kemudian sebagian batang pohon
Leban
itu di tanamkan kedalam tanah yang telah dikali lebih kurang 1 meter.
Dimana pasak itu sebanyak 4 buah, dan bautnya yang kecil-kecil itu
sebanyak 10 buah semua
itu terbuat dari kayu. Sedangka lubang diatas yang terdapat pada
kilangan yag
paling tinggi itu merupakan tempat orang nantinya bergantung yang
kemudian
memutarnya 'mengiling'. Itu juga terbuat dari kayu yang dinamakan Palang
yang
panjangnya sekitar 3 'depa'.
Setelah Kilangan Tebu itu berdiri dengan kokohnya lalu timbul pertanyaan dimana tebu itu dimasukan, air tebu itu dimana tempatnya, dan pake apa memasaknya sehingga ia menjadi manisan tebu 'tengguli'. Tebu itu setelah di kupas kulitnya 'tidak semuanya' kemudian di letakkan pada tempatnya yaitu disamping kilangan, kemudian ada dua oarng pekerjanya desebelah kanan satu dan disebelah kiri. Tebu itu dimasukkan di bagian tengah kilangan yang batangnya licin itu pun dilakukan dua kali masukkan. Sedangkan airnya di tampung dengan kaleng 'ember' yang di buatkan tempatnya di dalam tanah. Kalau tempat memasak air tebu adalah kuali yang juga dibikin lubangnya yang tanah itu dikali seakan orang membuat gua. Kuali tempat memesak air tebu ini itu ada dua buah lubang. Disamping itu ada juga lubang kecil yang namanya lubang kucing yang digunakan untuk membakar tebu. Memasak air tebu ini memakan waktu selama 9 jam dan itu pun dengan mengunakan kayu bakar yang di masukkan dari lubang yang telah di buat tadi. Sendok yang digunakan adalah sendok yang terbuat dari tempurung untuk mengaduk air tebu supaya jagan kental.
Disaat
memasak air tebu ini, ibunda kami biasanya membuat 'raja mandi' Apakah
raja mandi itu? Raja mandi adalah air tebu matang dicampur dengan
rebusan ubi kayu. Bagaimanakah proses membuatnya? Ubi kayu 'mengale'
tersebut di kupas kulitnya dan kemudian dipotong sepanjang gelas dan
kemudian di masukkan kedalam kuali rebusan air tebu. Setelah air tebu
itu masak warnahnya ada yang coklat, ada juga yang kemerahan, dan
juga ada memyerupai gula enau. Begitu juga dengan ubi yang masaknya
warnahnya ada yang merah sehingga ubi itu dinamakan ubi 'raja mandi'.
Memetik buah Pisang
Ayahanda
dan ibunda kami, menanam pisang di peladangan 'Gumsuruman". Pisang yang
ditanam seperti : pisang Raja Ambon, pisang Nabang seperti pisang Muli,
pisang Muli, pisang Udang, pisang Kematu 'kepok', pisang Kapas, pisang
Jantan, pisang Gedah dan pisang Jari. Ada ratusan pohon pisang, tanaman
orang kami. Aku sangat senang melihatnya.
Aku sangat terkesan
melihat ayahanda kami, cara membudidayakan pisang. Walaupun beliau
tidak memahami memilih bibit unggul, namun tanaman pisangnya subur.
Bibit pisang biasanya, diambil anakan dari rumpun pisang yang banyak
anaknya. Media tanam dipersiapkan dengan cara melubang tanah menggunakan
tembilang, sedalam 20 cm. Bibit yang telah sipersiapkan dimasukan,
kedalam lubang. Lubang ditutup dengan tanah bagian atas terlebih dahulu.
Dan cara pemeliharaan sangat sederhana, daun pisang yang sudah tua
dipotong. Gulma dan rumput disekitar rumput pisang, dibersihkan
menggunakan 'tengkuit bingkok'
Setiap
akan memetik buah pisang, aku diajak ayahanda kami. Buah pisang
dipetik, apabila sudah matang dipohon. Pisang yang sudah matang dipohon,
lebih sedap rasanya. Dikarenakan hasil panen buah pisang kami melimpah
ruah, ibunda kami membuat pisang salai, didalam bahasa Lubai disebut 'himpi pisang'. Buah pisang yang dibuat himpi dari pisang raja Ambon. Makan himpi pisang, lemak nian hasenye.
Menggali ubi Kayu
Sama hal dengan budidaya pisang, kedua orang tua kami juga membudidayakan ubi kayu 'menggale' di peladangan Gumsuruman. Aku tidak akan menceritakan, bagaimana cara orang tua kami memilih bibit singkong, menanam. Namun aku menceritakan kenangan, betapa enakan makan ubi kayu hasil budidaya kedua orang tua kami.
Setelah umbi ubi kayu diambil dari ladang, dibawah pulang kerumah menggunakan kambu. Kambu adalah sejenis bakul, terbuat dari rotan. Hasil panen ubi kayu 'singkong' keluarga kami melimpah ruah. Tanah peladangan di Gum suruman sangat subur, sehingga hasil budidaya menggale milik keluarga kami, umbinya besar-besar dan empuk.
Beberapa makanan olahan dari 'menggale' yang biasa dibuat oleh ibunda kami yaitu :
- Menggale Hebus. Ubi kayu rebus bahasa kerennya roti sumbu. Cara mengolah ubi kayu yang paling mudah adalah dengan merebusnya. Cukup ambil beberapa umbi ubi kayu, kupas 'kucek', potong kecil-kecil, lalu rebus hingga matang. Olahan singkong rebus ini sangat cocok untuk menemani kita di waktu santai. Agar lebih nikmat, ditambah dengan parutan kelapa 'nioh'
- Menggale Tumes. Cara mengolah ubi kayu tumes tidak sulit hampir sama dengan merebus. Hanya saja kalu ubi kayu diolah dengan cara menumis, maka siapkan minyak secukupnya. Panaskan minyak makan, lalu masuk an kedalamnya, ubi kayu yang telah dipotong-potong kecil.
Menggale Tunu. Mungkin anda pernah merasakan makan Jagung Bakar. Rasanya tentu dengan Jagung rebus. Aku pernah makan ubi kayu bakar. Ayahanda kami, kalau pegi keladang Gumsuruman, kalau sudah bosan memakan ubi rebus. Maka akan mengolah ubi kayu dengan cara membakarnya. Rasa ubi kayu, mempunyai sensari tersendiri. Apalagi jikalau ditambah bumbu lainnya seperti kecap, atau gula pasir.
Raje Mandi Menggale. Mungkin anda belum pernah merasakan sensasi makan raja mandi menggale. Se bagian masyarakat Lubai, tidak asing dengan makanan yang satu ini. Raje mandi suatu makanan hasil olahan rebusan ubi kayu. Tapi makanan ini menjadi spesial dikarenakan, dicampur dengan air tebu yang telah dimasak sampai mendidih warna menjadi merah kecokalatan. Ayahanda kami pernah membuat makanan ini, sewaktu peladangan milik keluarga kami di kawasan Gursuruman. Aku sangat terkesan, akan makanan ini.
Tapai Menggale. Cara mengolah ubi kayu menjadi tapai, sangat mudah. Bersihkan umbi ubi kayu, potong-potong dan direbus atau dikukus. Siapkan wadah yang agak dalam seperti baskom, toples yang agak besar ataupun bakul. Alasi dengan menggunakan daun ubi kayu pada bagian dasar serta pinggirannya. Sementara itu, remukkan ragi diatas piring jika masih berbentuk bulatan. Susun ubi kayu untuk lapisan pertama dengan menggunakan garpu untuk menatanya, taburkan sebagian ragi, susun lagi ubi kayu untuk lapisan kedua, taburi lagi dengan ragi dan seterusnya jika sisa ubi kayu masih ada. Tutup rapat ubi kayu yang sudah ditaburi ragi menggunakan daun pisang, dan tutup kembali menggunakan penutup wadah agar tidak terbuka. Diamkan selama minimal 2 hari 2 malam, dan setelah itu cek tape dengan menggunakan garpu. Jika sudah bertekstur lembut dan gampang ditusuk oleh garpu berarti tapai ubi kayu yang kita buat sudah jadi. Ibunda kami, sangat sering membuat tapai menggale.
Upak Menggale. Cara mengolah ubi kayu menjadi opak, sangat mudah. Caranya : Bawang merah, bawang putih, ketumbar dan garam giling sampai halus. Campurkan semua bumbu dalam ubi kayu yang sudah di parut. Jangan lupa lada halus, daun seledri dan gula pasirnya. Aduk sampai rata. Setelah adonan menyatu, ambil seukuran kepalan tangan, lalu buat menjadi tipis-tipis dengan menggunakan botol. Siapkan air dalam panci tuk mengukus opak, masak air sampai mendidih, nyalakan kompor dgn api kecil atau sedang. Adonan yang sudah ditipiskan diletakkan dalam tutup panci lalu tutup panci. Biarkan 2-3 menit lalu angkat tutup panci dan lepaskan adonan opaknya, lakukan hal yang sama sampai adonan habis dan selesai dikukus. Lalu jemur semua opak di sinar matahari. Bila sudah kering, goreng dalam minyak panas.
Mengambil Burung Tekukur
Burung Tekukur (bahasa Inggeris: Spotted Dove ) ialah sejenis burung Merpati. Burung Tekukur itu bersarang diatas pohon Jering pada area kebun Karet milik keluarga kami. Setiap hari induk burung itu, terbang ke sarangnya. Aku mencoba memanjat pohon Jering itu, kulihat ada dua butir telur. Aku sangat senang melihatnya.
Aku
sangat terkesan dengan sarang burung Tekukur itu. Setiap aku libur
sekolah, kalau keladang aku langsung naik pohon Jering, untuk melihat
perkembangan
telur tersebut. Sejak telur burung Tekukur itu menetas, sampai tumbuh
bulu dibadannya, aku selalu memperhatikannya.
Setelah cukup
usia, anak burung Tekukur itu aku ambil dari sarangnya dan dibawa pulang
kerumah. Setiba kerumah, 2 ekor anak burung Tekukur itu, langung aku
masukkan kedalam sangkar. Aku senang melihatnya dan setiap hari aku
memberikan makanan. Itulah kenangan yang sangat indah, saat berladang di
Gumsuruman. Mendapatkan sepasang anak burung 'Tekukur"
Memetik Buah Jering
Suatu kenangan pada bulan September 1971, Saya Amrullah Ibrahim, mengajak teman-teman yaitu : Muhammad Hoyin, Yadi,
Muhammad memetik buah Jering di kawasan Karet Gumsuruman. Pohon Jering,
tanaman ayahanda kami sangat lebat dan sudah tua tua. Sebagian buahnya
ada yang sudah jatuh sendiri ketanah. Kami memetik buah Jering, yang
sudah
tua saja. Buah Jering sudah tua, berwarna coklat. Kami berempat
mengumpulkan buah Jering itu
untuk dibawa pulang kerumah masing-masing.
Begitu sampai dirumah, buah Jering itu aku meminta ayuk Nor Asmara untuk merebusnya. Aku senang memakan buah Jering rebus, rasanya lezat, walaupun aromanya kurang sedap. Adiku Mustaqim dikarenakan memakan buah Jering rebus, sangat banyak akhirnya dia tidak bisa buang air kecil. Didalam bahasa Lubai adiku mengalami 'kaput Jehing'. Obatnya waktu itu diberikan minum minyak makan saja. Akhirnya penderitaan adiku Mustaqim berkurang, setelah meminum minyak makan.
Menurut Dr. Murniati Manik, M.Sc. Sp.KK, dari Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Univesitas Sumatra Utara, gejala yang timbul disebabkan oleh hablur (kristal) asam jengkol yang menyumbat tractus urinarius. Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu 5-12 jam setelah memakan jengkol. Keluhan yang tercepat 2 jam dan yang terlambat 36 jam sesudah makan biji jengkol.
Gejala paling umum ditandai dengan nyeri perut, kadang disertai muntah, adanya serangan kolik pada waktu berkemih, munculnya gangguan pengeluaran urine (disuria), dan hematuria (darah dalam urine). Volume air kemih juga berkurang bahkan sampai terjadi anuria. Kadang-kadang terdapat hematuria. Napas, mulut, dan urine berbau jengkol. Pada keracunan yang lebih berat, penderita bahkan tidak bisa kencing sama sekali.
Selain itu, sebelum dikonsumsi, kadar asam jengkolat dalam jengkol bisa diturunkan. Ada beberapa cara untuk menurunkan kadar asam jengkolat. Salah satunya adalah resep tradisional yang sudah dilakukan secara turun-temurun, yakni dengan cara dibuat 'Jehing Lahang' sepi atau rebus jengkol dalam larutan yang mengandung abu gosok. Jengkol sepi adalah jengkol yang dikecambahkan, dibuat dengan cara memendam biji jengkol dalam tanah pada kedalaman sekitar 10 cm dan disiram dengan air setiap hari selama 14 hari, supaya berkecambah.
Meninjau kembali Gumsuruman
Perjalanan yang sangat bersejarah pada tanggal 24 September 1987, pukul 11.00 WIB. Kami bertiga, Aku Amrullah Ibrahim dan ayahanda Muhammad Ibrahim bin Haji Hasan dan April bin Solani, meninjau lokasi tanah pertanian kami di Gumsuruman.
Saat memasuki lokasi kebun karet milik keluarga kami, kami disambut dengan pemandangan pohon Karet
yang
berdiri berjajar membentuk suatu barisan indah. Barisan pohon Karet itu
laksana para satria sedang bersikap hormat. Pemandangan menakjubkan itu
terlihat di sisi kiri dan sisi kanan kami. Di dataran rendah Gumsuruman,
hamparan rumput liar tampak
menghijaukan area kebun Karet. Menyerupai sebuah permadani, berhiaskan
tirai-tirai dari akar bergelantung pada pohon pelempang dan pohon Ciekhu
'Menteru'.
Waktu
menunjukkan pukul 11.30 Wib, kami mulai terasa lelah mengelilingi kebun
Karet. Kata ayahanda kami, "cukup sampai disini saja kita mengelilingi
kebun Karet di Gumsuruman. Payu kite teruskan pejalanan, kearah dusun
(Marilah kita teruskan perjalanan, kearah kampung halaman".
Post a Comment