Header Ads

Cerper 02


Stasiun kereta api "Pagar Gunung"

Suasana pergi merantau bisa saya digambarkan dengan kata-kata seperti berani, penuh semangat, menantang, rindu, mandiri, dan penuh harapan. Perantau seringkali merasakan gabungan perasaan antara semangat untuk meraih mimpi dan rindu akan kampung halaman serta keluarga.

Sekelumit cerita pergi merantau, saya singkat dengan "cerper" pada kesempatan yang berbahagia ini, merupakan untuk kedua kalinya meninggalkan kampung halaman : desa Baru Lubai dan Kurungan Jiwa, kabupaten Muara Enim - Sumsel, ikut orangtua berkebun kopi di desa Air Naningan, kabupaten Lampung Selatan.
 
Cerita pergi Merantau  - 02

Tanggal 13 Juni 1972, Hari Selasa

Rute pertama : Baru Lubai - Pagar Gunung

Ketika selesai sholat Maghrib di desa Baru Lubai, kami bedua berjalan kaki menuju stasiun Kereta Api Pagar Gunung menuju Prabumulih, pukul 19.00 WIB. Hati senang walaupun berjalan kaki ditengah perkebuan karet, dipenuhi oleh semak belukar. Terbentang sepanjang perjalanan kaki, sebagian kebun karet, sebagian hutan belakar, sebagian perdu-perdu nan indah. Seakan alam menjadi saksi ssat itu, bahwa hidup itu harus berjuang. Tanpa menghitung berapa langkah kaki, akhirnya kami pun telah sampai di stasiun kereta api Pagar Gunung.

Rute kedua : Pagar Gunung - Prabumulih.

Oleh karena perjalananan masih perlu, dilanjutkan kembali dari Stasiun Pagar Gunung menuju di Prabumulih, dengan menaiki kereta api Lamsam atau Lambat Sampai. Kamipun beristirahat menunggu kedatangan kereta api yang akan kami naiki. Tepat pukul 21.00 WIB, kereta api telah tiba, beberapa lama saat berhenti menunggu penumpang yang turun dan naik. Kereta api segera berangkat, hatipun senang dikarenakan akan segera sampai kerumah paman.

Dan tiba di Prabumulih, hari telah larut malam. Dari Stasiun Kereta Api Prabumulih menuju rumah kediaman Paman Muhmmad Haris, kami berjalan kaki. Menelusuri jalan yang beraspal, seakan menyapa kami. Sampai dirumah paman, tanpa disadari badan terasa capek dan letih. Setelah beristirahat sejenak, lansung mandi dan makan malam akhirnya kami tertidur. 

Tanggal 13 Juni 1972, Hari Selasa

Kembali keperantuan

Hati yang bahagia saat naik kereta api dapat kami gambarkan dengan kata-kata seperti perjalanan ini terasa begitu singkat, saking asyiknya menikmati setiap momen.

Rute ketiga : Prabumulih - Tanjung Karang.
 
Perjalanan pergi merantau dimulai dari stasiun Prabumulih menuju  stasiun Tanjungkarang, tepat pukul 13.30 WIB, kami berangkat dengan menaiki Kereta Api Kabat alias Kereta barang. Tiba di Batu Raja, hari telah menjelang senja dan lokomotif Kereta uap segera diganti dengan lokomotif Disel dengan bahan baku solar. Proses pergantian lokomotif memerlukan waktu beberapa lama. 

Saya saat itu masih usia belia, masih sekolah dasar kelas 4 sudah tentu... semua prosessaya nikmati saja perjalanan pergi merantau nanti. Bersyukur kepada Allah atas perjalanan yang menyenangkan ini, bisa melihat dunia dari sudut pandang berbeda. Mungkin ada yang menggap perjalanan merantau ini merupa kan hal biasa, namun keluarga kami merupakan hal luar biasa.
 
Saat pergi merantau ini, saya duduk kelas 4 SD Swasta permukiman Datar Tenam, desa Datar Lebuai  saya, ayuk dan ayahanda kami naik kereta api tujuan stasiun Tanjung Karang. Kami naik kereta api rangkaian diesel kelas ekonomi. Pada waktu itu kereta api  kelas ekonomi sangat-sangat tidak nyaman. Untuk masuk kedalam gerbong kita harus berebut dengan sesama penumpang. Setelah didalam gerbong kereta kita masih harus berebut tempat duduk dengan sesama penumpang, sambil mencari-cari bangku yang sesuai dengan nomor tiket kita. Pemandangan yang biasa buat penumpang kalau ada insiden tempat duduk yang tertukar. Dan jangan diharapkan lampu dalam gerbong kereta berfungsi dengan baik, kita harus membawa persediaan lilin untuk berjaga-jaga kalau ternyata di gerbong yang kita tempati gelap gulita. Belum lagi aroma khas yang keluar dari toilet gerbong kereta. 

Tanggal 14 Juni 1972, Hari Rabu

Perjalanan dari kota Prabumulih ke Tanjungkarang, tepat pukul 16.30 WIB, kami telah sampai di Stasiun Tanjungkarang. Perjalanan pergi merantau, belum berhenti disini. 

Rute ke empat : Tanjung Karang - Talang Padang.

Dan perjalanan dilanjutkan kembali, berangkat dari Tanjungkarang menuju Talang Padang Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, pukul 17.30 WIB kami berangkat naik Angkutan umum. Perjalanan dari Tanjungkarang menuju Talang Padang memerlukan waktu 2 jam 30 menit. Dikarenakan saat itu kondisi jalan, masih belum mulus seperti kondisi saat ini. Waktu itu angkutan umumpun, belum banyak, sehingga penumpang berebut naik angkutan umum.

Menginap di Talang Padang 

Tiba di Talang Padang, pukul 20.00 WIB, untuk meneruskan perjalanan menuju desa Air Naningan kata Ayahanda penulis tidak ada lagi Angkutan umum yang menuju kesana. Saat itu penginapan belum tersedia, ayah kami berusaha mencari tempat bermalam. Sebagai seorang pernah berjuang membela kemerdekaan R.I. dengan nomor induk :33 dan komandanya adalah bapak Kolonel Sjanoebi Sjaid. Setelah mencari tempat menumpang menginap tidak ada, ayahanda kami menghubungi petugas jaga Koramil Talang Padang, dengan menunjuk identitas diri dan selembar kertas sewaktu beliau ikut berjuang tahun 1945 yang ditanda tangani oleh Sertu Sjarnoebi Sjaid, kamipun di izinkan untuk menginap disana bahkan disediakan sebuah kamar yang besar. Pengalaman ini cukup berkesan bagi saya, atas kebaikan hati petugas keamanan setempat.

Tanggal 15 Juni 1972, Hari Kamis

Rute kelima : Talang Padang - Air Naningan.

Perjalanan dilanjutkan kembali, berangkat dari Talang Padang menuju desa Air Naningan, tepat pukul 08.30 WIB, angkutan umum yang kami naik segera bergerak. Setelah menempuh waktu beberapa lama perjalanan yang cukup menantang saat iu, dan kendaraan membawa berjalan lancar walaupun kondisi jalan cukup memprihatinkan, tibalah kami di desa Air Naningan, menjelang pukul 11.00WIB. Perjalanan belum berhenti, masih dilanjutkan menuju areal perkebunan kopi keluarga kami, dengan jalan setapak, yang terletak di daerah bagian hulu sungai sekampung dan permukimannya dinamakan Sekampung Kuning.

Bagi saya mengunjungi kawasan perkebunan kopi, nampak hijau membentang dan sejauh mata memandang, menikmati panorama alam indahnya bukit Rendingan merupakan kenikmati tersendri. Dengan berjalan kaki melintasi jalan setapak menembus kebun-kebun punya masyarakat setempat, perjalanan harus diperjuangkan sampai ketempat tujuan. Kami merasa senang berjalan kaki, walaupun kondisi jalan seperti itu, dikarenakan mempunyai mimpi yang indah akan keberhasilan dari berkebun kopi, menjadi petani kopi. 

Demikian, semoga bermanfaat.

Salam interaksi. 

Kata kunci : Cerper - Cerita pergi merantau  

Tidak ada komentar

Cerewet 11

  Kejadian lucu itu masih teringat jelas sampai sekarang. Saat itu tahun 2019, kami sekelompok teman memutuskan untuk berkunjung ke Bantul...

Diberdayakan oleh Blogger.