Header Ads

Cerper 01

 

Stasiun kereta api "Prabumulih"

Bismillah, wa sholallahu 'ala Muhammad. Mari melangkah bersama dalam perjalanan merantau ini! Blog ini adalah wadah untuk berbagi semangat, inspirasi, dan motivasi bagi siapa saja yang sedang atau akan merantau. Mari kita taklukkan dunia satu langkah pada satu waktu.

Merantau adalah pengalaman yang sering digambarkan dengan campuran rasa rindu, semangat, dan tekad. Pergi merantau seringkali diartikan sebagai perjalanan untuk men cari pengalaman baru, pen didikan, atau pekerjaan, tetapi juga melibatkan perpisahan dengan keluarga dan kampung halaman. Namun bagi saya merantau bukan keinginan sendiri dikarenakan ikut orangtua, yang mencari kehidup an lebih baik daripada tinggal di kampung halaman desa Baru Lubai dan Kurungan Jiwa. Saya waktu itu, masih kelas 3 SD Baru Lubai, sebagai kepala sekolah Guru Nukman.

Anggota keluarga kami yang melakukan perjalanan pergi merantau ini :

  • Ayahanda Muhammad Ibrahim bin Haji Hasan.
  • Ibunda Nafisyah binti Wakif.
  • Amrullah Ibrahim (penulis cerita)
  • Mustaqim
  • Alimin Dalil 

Cerita perjalanan Merantau - 01

Tanggal 20 Desember 1971, Hari Senin

Meninggalkan tanaman yang sedang berbuah, saat harus pergi memang terasa berat. Perasaan sedih campur haru bisa diungkapkan dengan kata-kata...

Berat rasanya meninggalkanmu, buah-buahan kami. Kulihat kau tumbuh dengan subur dan sedang berbuah lebat, namun kami harus pergi. Semoga kau tetap sehat dan berlimpah rezeki. Selamat tinggal, pohon-pohon buah kesayanganku. Melihatmu berbuah lebat membuatku bahagia, namun juga sedih harus berpisah. Jaga dirimu baik-baik, sampai jumpa di lain waktu. Sedih, sedih, sedih...
 
Desa Baru Lubai menjadi saksi bisu, terhadap perasaan sedih dihati saya. Pagi hari ini, sinar mentari men yinari buah duku yang mulai nampak menguning, seperti butiran emas diatas pohon.  Sehari men jelang pergi merantau, kegiatan saya adalah melihat tanaman ayah kami Muhammad Ibrahim. Pohon duku yang sedang berbuah, pohon jeruk kuwek sedang berbuah, pohon jeruk siam, pohon kelapa yang sedang berbuah, pohon sawo manila sedang, semuanya akan ditinggalkan.  

Tanggal 21 Desember 1971, Hari Selasa  

Perjalanan pergi merantau dimulai hari ini, meninggalkan tempat kelahiran nenek moyang kami, tempat kelahiran kami dan kampung halaman kami tercinta.
 
Perjalanan pergi merantau, diawali berjalan kaki dari desa Baru Lubai menuju stasiun Pagar Gunung. Perjalanan kaki, atau berjalan kaki, memiliki banyak cerita menarik. Ada yang menjadikannya sebagai sarana olahraga dan kesehatan, ada juga yang menjadikannya sebagai petualangan, bahkan ada yang menjadikannya sebagai perjalanan spiritual. Cerita-cerita ini seringkali mengungkap pengalaman unik, tantangan, dan hikmah yang didapat dari kegiatan sederhana namun bermakna ini. Namun bagi kami saat itu merupakan keharusan dilakukan, dikarenakan belum ada angkutan umum yang membawa kita menuju stasiun Pagar Gunung.
 
Ketika sampai di jembatan ayah puhun, kami bertemu Guru Nukman. Ayahanda kami menceritakan bahwa saya, harus dipindahkan sekolah. Oleh karenanya mohon kiranya dibuatkan surat pindah sekolah. Saat itu, saya melihat pada buku Rapor bagian belakang dituliskan tentang kepindahan saya bersekolah, ditanda tangani oleh Guru Nukman dan cap stempel SD Baru Lubai. 
 
Perjalanan kaki mengajarkan kita untuk menghargai setiap langkah, menikmati setiap momen, dan tidak terburu-buru mencapai tujuan. Setelah melakukan perjalanan beberapa lamanya, kamipun telah tiba di stasiun Pagar Gunung, haripun telah malam. Perjalanan akan dilanjutkan menaiki kereta api Lamsam atau singkatan Lambat Sampai, dari stasiun Pagar Gunung menuju stasiun Prabumulih.
 
Rombongan keluarga kami, pada malam ini akan menginap dirumah paman Haris bin Wakif. Dikarena kan saya masih usia belia, suasana seperti apapun terasa nyaman. Akhir cerita hari ini adalah dengan tidur pulasnya kami dirumah paman.  

Tanggal 22 Desember 1971, Hari Rabu

Hari ini merupakan hari kebersamaan saya dengan sepupu kami anak-anak paman M. Haris. Suasana gembira di rumah paman dapat digambarkan dengan berbagai kata yang menunjukkan keceriaan, kehangatan, dan kebahagiaan. Beberapa kata yang cocok antara lain: meriah, riang, ceria, hangat, penuh tawa, ramai, menyenangkan, semarak, harmonis, dan bahagia.
 
Suasana di rumah paman sangat meriah dengan kehadiran seluruh keluarga kami yang akan pergi merantau. Kami anak-anak bermain dengan riang di halaman rumah paman. Sungguh silaturrahim saat itu, sangat berkesan bagi saya.

Tanggal 23 Desember 1971, Hari Kamis

Sebelum saya melanjutkan cerita perjalanan pergi merantau, saya ingin memperkenalkan stasiun Prabumulih. Stasiun Prabumulih (PBM) adalah stasiun kereta api kelas besar tipe C yang terletak di Pasar Prabumulih, Prabumulih Utara, Prabumulih. Stasiun ini terletak pada jalur pertemuan kereta dari arah Tanjungkarang di Bandar Lampung dan Lubuk Linggau dengan Kertapati di Palembang serta merupakan stasiun yang letaknya paling timur di Kota Prabumulih. (id.wikipedia)
 
Perjalanan pergi merantau dimulai dari stasiun Prabumulih menuju  stasiun Tanjungkarang, tepat pukul 13.30 WIB, kami berangkat dengan menaiki Kereta Api Kabat alias Kereta barang. Tiba di Batu Raja, hari telah menjelang senja dan lokomotif Kereta uap segera diganti dengan lokomotif Disel dengan bahan baku solar. Proses pergantian lokomotif memerlukan waktu beberapa lama. 

Saya saat itu masih usia belia, masih sekolah dasar kelas 3 sudah tentu... semua prosessaya nikmati saja perjalanan pergi merantau nanti. Bersyukur kepada Allah atas perjalanan yang menyenangkan ini, bisa melihat dunia dari sudut pandang berbeda. Mungkin ada yang menggap perjalanan merantau ini merupa kan hal biasa, namun keluarga kami merupakan hal luar biasa.
 
Suasana di dalam kereta api dapat digambarkan dengan berbagai kata, tergantung pada jenis keretanya dan waktu perjalanannya. Beberapa kata yang menggambarkan suasana di kereta api antara lain: ramai penumpang dan pengantarnya, bising suara roda keretanya, sibuk penumpang lalu lalang mencari tempat, santai duduknya, tenang pikiranya, melamunkan kampung halaman yang ditinggalkan, berisik suara anak kecil yang menangis, riuh suara-suara yang berjualan, penuh sesak penumpnang, hangat, dingin, berayun, jalan kereta yang bergelombang, dan roda selalu bergerak. Selain itu, suasana juga bisa dipengaruhi oleh pemandangan di luar jendela, seperti pemandangan yang indah, pedesaan yang tenang, atau perkotaan yang ramai.
 
Kereta api yang kami naiki merupakan angkutan barang "Kabat" dan hanya 2 gerbang saja yang berisi penumpangnya. Sudah tentu suasananya beraneka cerita dan rasa. Dan waktu tempuh dari stasiun Prabumulih ke stasiun Tanjungkarang lamanya Sehari - Semalam. Luar biasa bukan...? Para pembaca, boleh membayangkan.

Tanggal 24 Desember 1971, Hari Jum'at

Perjalanan dari kota Prabumulih ke Tanjungkarang, tepat pukul 08.30 WIB, kami telah sampai di Stasiun Tanjungkarang. Perjalanan pergi merantau, belum berhenti disini. Dan perjalanan dilanjutkan kembali, berangkat dari Tanjungkarang menuju Talang Padang Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, pukul 11.00 WIB kami berangkat naik Angkutan umum. Perjalanan dari Tanjungkarang menuju Talang Padang memerlukan waktu 2 jam 30 menit. Dikarenakan saat itu kondisi jalan, masih belum mulus seperti kondisi saat ini.

Suasana berjalan kaki di lereng perbukitan bisa digambarkan dengan berbagai kata yang menangkap sensasi mendaki, keindahan alam, dan tantangan fisik. antara lain: mendaki, menanjak, meniti, menyusuri, melangkah, menjejak, menembus, menantang, menawan, berkeringat, terengah-engah, semangat, damai, tenang, indah..

Perjalanan dilanjutkan kembali, berangkat dari Talang Padang menuju desa Air Naningan, tepat pukul 11.30 WIB, angkutan umum yang kami naik segera bergerak. Setelah menempuh waktu beberapa lama perjalanan yang cukup menantang saat iu, dan kendaraan membawa berjalan lancar walaupun kondisi jalan cukup memprihatinkan, tibalah kami di desa Air Naningan, menjelang pukul 14.30WIB. 

Perjalanan belum berhenti sampai di desa ini, masih harus dilanjutkan menuju areal perkebunan kopi keluarga kami. Jalan yang dilalui adalah setapak, yang terletak di daerah bagian hulu sungai sekampung dan permukimannya dinamakan Sekampung Kuning.

Bagi saya yang pertama kali mengunjungi kawasan perkebunan kopi, nampak hijau membentang sejauh mata memandang, saya sangat takjub. Dengan berjalan kaki melintasi jalan setapak menembus kebun-kebun punya masyarakat setempat, perjalanan setapak sampai ketempat tujuan. 
 
Perjalanan terasa senang, walaupun dilakukan dengan berjalan kaki. Karen ada harapan di depan mata, akan keberhasilan menjadi petani kebun kopi sukses. 

Demikian cerita singkat ini, semoga bermanfaat.

Salam interaksi. 

Kata kunci : Cerper - Cerita pergi merantau  


Tidak ada komentar

Cerewet 11

  Kejadian lucu itu masih teringat jelas sampai sekarang. Saat itu tahun 2019, kami sekelompok teman memutuskan untuk berkunjung ke Bantul...

Diberdayakan oleh Blogger.