Anggota keluarga kami yang melakukan perjalanan pergi merantau ini :
- Ayahanda Muhammad Ibrahim bin Haji Hasan.
- Ibunda Nafisyah binti Wakif.
- Amrullah Ibrahim (penulis cerita)
- Mustaqim
- Alimin Dalil
Cerita perjalanan Merantau - 01
Tanggal 20 Desember 1971, Hari Senin
Meninggalkan
tanaman yang sedang berbuah, saat harus pergi memang terasa berat.
Perasaan sedih campur haru bisa diungkapkan dengan kata-kata...
Berat rasanya meninggalkanmu, buah-buahan kami. Kulihat kau tumbuh dengan subur dan sedang berbuah lebat, namun kami harus pergi. Semoga kau tetap sehat dan berlimpah rezeki. Selamat tinggal, pohon-pohon buah kesayanganku. Melihatmu berbuah lebat membuatku bahagia, namun juga sedih harus berpisah. Jaga dirimu baik-baik, sampai jumpa di lain waktu. Sedih, sedih, sedih...
Desa
Baru Lubai menjadi saksi bisu, terhadap perasaan sedih dihati saya. Pagi hari
ini, sinar mentari men yinari buah duku yang mulai nampak menguning,
seperti butiran emas diatas pohon. Sehari men jelang pergi merantau,
kegiatan saya adalah melihat tanaman ayah kami Muhammad Ibrahim. Pohon duku yang
sedang berbuah, pohon jeruk kuwek sedang berbuah, pohon jeruk siam,
pohon kelapa yang sedang berbuah, pohon sawo manila sedang, semuanya akan ditinggalkan.
Tanggal 21 Desember 1971, Hari Selasa
Perjalanan pergi merantau dimulai hari ini, meninggalkan tempat kelahiran nenek moyang kami, tempat kelahiran kami dan kampung halaman kami tercinta.
Perjalanan pergi merantau, diawali berjalan kaki dari desa Baru Lubai menuju stasiun Pagar Gunung. Perjalanan kaki, atau berjalan kaki, memiliki banyak cerita menarik. Ada yang menjadikannya sebagai sarana olahraga dan kesehatan, ada juga yang menjadikannya sebagai petualangan, bahkan ada yang menjadikannya sebagai perjalanan spiritual. Cerita-cerita ini seringkali mengungkap pengalaman unik, tantangan, dan hikmah yang didapat dari kegiatan sederhana namun bermakna ini. Namun bagi kami saat itu merupakan keharusan dilakukan, dikarenakan belum ada angkutan umum yang membawa kita menuju stasiun Pagar Gunung.
Ketika sampai di jembatan ayah puhun, kami bertemu Guru Nukman. Ayahanda kami menceritakan bahwa saya, harus dipindahkan sekolah. Oleh karenanya mohon kiranya dibuatkan surat pindah sekolah. Saat itu, saya melihat pada buku Rapor bagian belakang dituliskan tentang kepindahan saya bersekolah, ditanda tangani oleh Guru Nukman dan cap stempel SD Baru Lubai.
Perjalanan kaki mengajarkan kita untuk menghargai setiap langkah, menikmati setiap momen, dan tidak terburu-buru mencapai tujuan. Setelah melakukan perjalanan beberapa lamanya, kamipun telah tiba di stasiun Pagar Gunung, haripun telah malam. Perjalanan akan dilanjutkan menaiki kereta api Lamsam atau singkatan Lambat Sampai, dari stasiun Pagar Gunung menuju stasiun Prabumulih.
Rombongan keluarga kami, pada malam ini akan menginap dirumah paman Haris bin Wakif. Dikarena kan saya masih usia belia, suasana seperti apapun terasa nyaman. Akhir cerita hari ini adalah dengan tidur pulasnya kami dirumah paman.
Tanggal 22 Desember 1971, Hari Rabu
Hari ini merupakan hari kebersamaan saya dengan sepupu kami anak-anak paman M. Haris. Suasana gembira di rumah paman dapat digambarkan dengan berbagai kata yang menunjukkan keceriaan, kehangatan, dan kebahagiaan. Beberapa kata yang cocok antara lain: meriah, riang, ceria, hangat, penuh tawa, ramai, menyenangkan, semarak, harmonis, dan bahagia.
Suasana di rumah paman sangat meriah dengan kehadiran seluruh keluarga kami yang akan pergi merantau. Kami anak-anak bermain dengan riang di halaman rumah paman. Sungguh silaturrahim saat itu, sangat berkesan bagi saya.
Tanggal 23 Desember 1971, Hari Kamis
Perjalanan
pergi merantau dimulai dari stasiun Prabumulih menuju stasiun
Tanjungkarang, tepat pukul 13.30 WIB, kami berangkat dengan menaiki
Kereta Api Kabat alias Kereta barang. Tiba di Batu Raja, hari telah
menjelang senja dan lokomotif Kereta uap segera diganti dengan lokomotif
Disel dengan bahan baku solar. Proses pergantian lokomotif memerlukan
waktu beberapa lama.
Saya
saat itu masih usia belia, masih sekolah dasar kelas 3 sudah tentu...
semua prosessaya nikmati saja perjalanan pergi merantau nanti. Bersyukur
kepada Allah atas perjalanan yang menyenangkan ini, bisa melihat dunia
dari sudut pandang berbeda. Mungkin ada yang menggap perjalanan merantau
ini merupa kan hal biasa, namun keluarga kami merupakan hal luar biasa.
Suasana di dalam kereta api dapat digambarkan dengan berbagai kata, tergantung pada jenis keretanya dan waktu perjalanannya. Beberapa kata yang menggambarkan suasana di kereta api antara lain: ramai penumpang dan pengantarnya, bising suara roda keretanya, sibuk penumpang lalu lalang mencari tempat, santai duduknya, tenang pikiranya, melamunkan kampung halaman yang ditinggalkan, berisik suara anak kecil yang menangis, riuh suara-suara yang berjualan, penuh sesak penumpnang, hangat, dingin, berayun, jalan kereta yang bergelombang, dan roda selalu bergerak. Selain itu, suasana juga bisa dipengaruhi oleh pemandangan di luar jendela, seperti pemandangan yang indah, pedesaan yang tenang, atau perkotaan yang ramai.
Kereta api yang kami naiki merupakan angkutan barang "Kabat" dan hanya 2 gerbang saja yang berisi penumpangnya. Sudah tentu suasananya beraneka cerita dan rasa. Dan waktu tempuh dari stasiun Prabumulih ke stasiun Tanjungkarang lamanya Sehari - Semalam. Luar biasa bukan...? Para pembaca, boleh membayangkan.
Tanggal 24 Desember 1971, Hari Jum'at
Perjalanan dari kota Prabumulih ke
Tanjungkarang, tepat pukul 08.30 WIB, kami telah sampai di Stasiun
Tanjungkarang. Perjalanan pergi merantau, belum berhenti disini. Dan
perjalanan dilanjutkan kembali, berangkat dari Tanjungkarang menuju
Talang Padang Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, pukul 11.00
WIB kami berangkat naik Angkutan umum. Perjalanan dari Tanjungkarang
menuju Talang Padang memerlukan waktu 2 jam 30 menit. Dikarenakan saat
itu kondisi jalan, masih belum mulus seperti kondisi saat ini.
Suasana berjalan kaki di lereng perbukitan bisa digambarkan dengan berbagai kata yang menangkap sensasi mendaki, keindahan alam, dan tantangan fisik. antara lain: mendaki, menanjak, meniti, menyusuri, melangkah, menjejak, menembus, menantang, menawan, berkeringat, terengah-engah, semangat, damai, tenang, indah..
Perjalanan
dilanjutkan kembali, berangkat dari Talang Padang menuju desa Air
Naningan, tepat pukul 11.30 WIB, angkutan umum yang kami naik segera
bergerak. Setelah menempuh waktu beberapa lama perjalanan yang cukup
menantang saat iu, dan kendaraan membawa berjalan lancar walaupun
kondisi jalan cukup memprihatinkan, tibalah kami di desa Air Naningan,
menjelang pukul 14.30WIB.
Perjalanan belum berhenti sampai di desa ini, masih harus dilanjutkan
menuju areal perkebunan kopi keluarga kami. Jalan yang dilalui adalah setapak, yang
terletak di daerah bagian hulu sungai sekampung dan permukimannya
dinamakan Sekampung Kuning.
Bagi
saya yang pertama kali mengunjungi kawasan perkebunan kopi, nampak hijau membentang sejauh
mata memandang, saya sangat takjub.
Dengan berjalan kaki melintasi jalan setapak menembus kebun-kebun punya
masyarakat setempat, perjalanan setapak sampai ketempat tujuan.
Perjalanan terasa senang, walaupun dilakukan dengan berjalan kaki. Karen ada harapan di depan mata, akan keberhasilan menjadi petani kebun kopi sukses.
Demikian cerita singkat ini, semoga bermanfaat.
Salam interaksi.
Kata kunci : Cerper - Cerita pergi merantau
Post a Comment