Header Ads

Cerewet 01

 Media dibuat oleh meta.ai

Kebun Karet terbakar

Cerita ini diawali dengan pembukaan lahan Kebun Karet pada tahun 1954. Ayahanda kami Muhammad Ibrahim bin Haji Hasan dan Ibunda kami Nafisyah binti Wakif membuka lahan pertanian di dataran Bukit Jehing, dengan tanaman Karet/Para penghasil getah latek. Luas kebun karet ini adalah 70 hektar area secara kolektif dan 30 hektar area secara perorangan. Izin pembukaan lahan dari Kepala marga Lubai suku 1 ditanda tangani Pasirah Syarkowi. Areal pertanian merupakan tanah warisan dari kakek Wakif bin Kenaraf.

Ayahanda kami, Muhammad Ibrahim, dan ibunda kami, Nafisyah, memiliki impian besar untuk membangun kebun karet yang luas di tanah yang mereka miliki di Bukit Jering, desa Kurungan Jiwa, kecamatan Prabumulih, Muara Enim. Mereka berdua bekerja keras untuk mewujudkan impian tersebut, dengan membagi tanah mereka menjadi dua bagian: 30 hektar untuk kebun perorangan dan 70 hektar untuk kebun kolektif.
 
Pada tahun 1954, mereka memulai pembukaan kebun dengan menanam bibit karet unggul. Dengan perawatan yang teliti dan kesabaran, pohon karet mereka tumbuh subur dan sehat. Ayahanda dan ibunda sangat bangga dengan hasil kerja keras mereka, dan mereka berharap bahwa kebun karet ini akan menjadi sumber penghasilan yang stabil bagi keluarga dan masyarakat desa.
 
Namun, takdir berkata lain. Pada tahun 1961, musim kemarau yang panjang melanda daerah tersebut, membuat tanah dan vegetasi menjadi kering dan mudah terbakar. Pada suatu hari, sebuah kecelakaan tak terduga terjadi. Api kecil yang tidak sengaja disebabkan oleh salah seorang warga desa, dengan cepat menyebar ke kebun karet mereka.
 
Api dengan cepat membesar dan melalap sebagian besar kebun karet mereka. Ayahanda dan ibunda beserta warga desa lainnya berusaha keras untuk memadamkan api, namun kesulitan karena api telah menyebar luas dan kondisi tanah yang kering membuat api semakin sulit dipadamkan. Angin kering juga memperburuk keadaan, membuat api semakin cepat menyebar.
 
Warga desa berusaha memadamkan api dengan cara manual, menggunakan peralatan seadanya seperti ember dan selang air, namun upaya mereka tidak cukup untuk menghentikan laju api. Kebakaran hutan yang tidak terkendali tersebut akhirnya melalap sebagian besar kebun karet Ayahanda dan Ibunda, meninggalkan mereka dengan kerugian yang besar dan kekecewaan yang mendalam.
 

Dilahap si jago merah.

Peristiwa menyedihkan ini terjadi pada tahun 1961. Areal perkebunan Karet di Bukit Jehing milik keluarga kami habis dilalap api. Kejadian ini bermula ketika seorang petani membakar lahan peladangannya. Pada saat kejadian ini, musim kemarau yang panjang. Api dengan sangat mudah membakar kayu, ranting dan daun di peladangan maupun kebun Karet.

Kebakaran bermula dari seorang petani yang membakar lahan pertanian miliknya, untuk dijadikan ladang padi. Entah mengapa, api bisa merambat keareal perkebunan karet keluarga kami. Adakah faktor kesengajaan...? Atau kebakaran ini terjadi, faktor ketidak sengajaan. Apapun faktornya, sumber api berasal dari sipembuka lahan pertanian itu.

Ayahanda kami telah berusaha memadamkan api dikebun karet kami, dibantu oleh kakek Haji Hasan bin puyang Aliakim. Sanak saudara juga ada yang membantu, namun apa daya lahan perkebunan karet keluarga kami habis terbakar. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran dan teknik memadamkan titik api, menjadi salah satu faktor ketidak berhasilnya memadam api.

Biang kerok kebakaran...!

Ayahanda bercerita kepada saya pada tahun 1980 : Petani itu berinitial M, berdomisili di desa Kurungan Jiwa Lubai, asal usulnya dia seorang pendatang lain desa, yang beristerikan perempuan dari desa Kurungan Jiwa Lubai. Beberapa hari, setelah peristiwa kebakaran kebun Karet keluarga kami, si biang kerok kebakaran dia berkunjung kerumah Ayahanda kami, meminta perdamaian.

Dia berucapkan sebagai berikut : "Ayam Jago ini merupakan simbol pedamaian, Tembilang ini simbol penyerahan diriku. Jika permasalahan ini dapat diselesaikan dengan kekeluargaan kita berdamai, maka terimalah Ayam Jago permberian saya ini. Akan tetapi apabila permasalahan ini tidak dapat diselesaikan dengan kekeluargaan, saya siap mengambil resiko yaitu pergunakan sebatang Tembilang itu untuk memukul saya".

Menghadapi kenyataan ini, Ayahanda kami bersikap arif dan bijaksana. Beliau tidak melakukan tindakan apa-apa terhadap orang yang telah merugikan keluarga kami. Ayam Jago tidak diterima dan tembilang tidak diterima. Dalam hal ini pernah aku tanyakan kepada beliau, mengapa tidak dilaporkan kepada pihak kepolisian misalnya. Beliau menjawab bahwa peristiwa kebakaran kebun Karet ini, harus diambil hikmahnya. Mungkin kita belum ditaqdirkan menjadi orang yang memiliki lahan kebun yang luas. Dan Ayahanda kami, tidak mau salah mengambil tindakan. Beliau menyerahkan permasalahan kebakaran kebun karet ini, kepada Allah azza wajalla.

Tinjauan kerugian materi

Jika diasumsikan sadap karet 1 hektar area biasanya akan mampu menghasilkan karet atau lateks sebanyak 1,5 ton setiap tahunnya. Hasil ini merupakan hasil yang biasanya diperoleh dalam sebuah perkebunan karet. Namun, biasanya hasil sadapan tersebut bisa lebih dari itu dan mencapai angka hingga 2 ton pertahunnya.

Maka hasil kebun karet keluarga kami adalah 100 hektar area x 1,5 ton = 150 ton getah latex. Jika harga getah latex per kilo gram idr. 10.000,- Maka kerugian keluarga kami setiap tahun adalah 150 ton = 150.000 kilo gram x idr. 10.000,- Jadi penghasilan pertahuan sebesar idr. 1.500.000.000,- (Satu milyar lima ratus juta)

Masa produktif kebun karet rata-rata 15 tahun, maka total kerugian keluarga penulis sebesar idr. 22.500.000.000,- (Dua puluh dua milyar lima juta indonesia rupiah) Suatu angka fantastis bukan....?

Demikian, cerita cerewet ke satu ini. Memang hidup kadangkala, kita harus cerewet. Dalam beberapa orang mungkin tidak menyadari dampak negatif dari sifat cerewet mereka. Jika Anda merasa terpengaruh oleh sifat cerewet seseorang, mungkin ada baiknya untuk berbicara terbuka dan jujur tentang perasaan Anda.
 
Salam interaksi. 

Tidak ada komentar

Cerewet 11

  Kejadian lucu itu masih teringat jelas sampai sekarang. Saat itu tahun 2019, kami sekelompok teman memutuskan untuk berkunjung ke Bantul...

Diberdayakan oleh Blogger.