Header Ads

Cerewet 07

Media dibuat oleh meta.ai

Tanah di Danau Tehap


Apa Danau Tehap Itu?

Danau Tehap adalah sejumlah air tawar yang terakumulasi di suatu tempat yang tidak luas, yang dapat terjadi karena karena adanya mata air. Biasanya danau dapat dipakai sebagai sarana rekreasi, dan olahraga. Namun danau Tehap, hanya digunakan tempat mencari ikan, memancing dan menjala.

Danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air bisa tawar ataupun asin yang seluruh cekungan tersebut dikelilingi oleh daratan. Adapun asal usul danau Tehap ini, saya tidak pernah diceritakan oleh orangtua kami.

Dimana Danau Tehap Itu?

Danau Tehap terletak di desa Jiwa Baru, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan. Danau ini menawarkan pesona alam yang indah.

Apa Manfaat Danau Tehap?

Saya duduk di tepi Danau Tehap, memandangi hamparan air biru yang menyatu dengan alam sekitarnya. Pohon Gelam yang sedang berbuah menghiasi pemandangan dengan warna putihnya yang terlihat dari kejauhan. Di sampingnya, Pohon Kemang atau Binjai berdiri kokoh, seakan memanggil saya untuk menikmati keindahan danau ini. Buah binjai yang berwarna kuning bergelantungan di dahan pohon, menambah keelokan pemandangan.
 
Di atas permukaan danau, ada sebatang pohon rengas yang rebah dan terbaring di atas air. Saya teringat saat kakak saya, Iskandar, pernah memancing ikan betuk di danau ini sambil duduk di atas batang pohon rengas tersebut. Saat itu, suasana begitu tenang dan damai.
 
Tiba-tiba, saya teringat tentang betapa banyaknya kegunaan danau. Danau bisa menjadi sumber pengairan untuk lahan pertanian, pembangkit tenaga listrik, tempat perikanan, bahkan destinasi rekreasi dan olahraga. Namun, melihat kondisi Danau Tehap saat ini, saya merasa sedih karena potensinya belum tergali secara optimal. Danau ini hanya berfungsi sebagai tempat penampungan air hujan dan tempat mencari ikan saja.
 
Saya berharap suatu hari nanti, Danau Tehap bisa dimanfaatkan secara maksimal, sehingga keindahan alamnya bisa dinikmati oleh banyak orang, dan masyarakat sekitar bisa merasakan manfaatnya secara langsung.

Bagaimana Ancaman Kerusakan Danau?

Saya berdiri di tepi Danau Tehap, memandangi hamparan air yang kini dipenuhi oleh gulma air. Eceng gondok tumbuh subur, menutupi hampir 40% permukaan danau. Akar-akar tanaman ini menjulur ke dasar danau, menjadi perangkap sedimen yang mempercepat proses pendangkalan. Saya khawatir hal ini akan menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hidup danau.
 
Tidak hanya itu, saya juga melihat bagaimana kualitas lingkungan perairan danau menurun drastis. Hal ini berdampak pada satwa liar dan biota air yang hidup di dalamnya. Berdasarkan cerita dari sanak saudara di desa Jiwa Baru, beberapa jenis ikan seperti Betuk dan Sepat semakin jarang ditemukan. Populasi satwa liar dan biota air, terutama yang jenis endemik, semakin terancam.
 
Saya sadar bahwa upaya pelestarian danau sangatlah penting. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah menjaga kelestarian hutan dan penghijauan di sekitar sungai yang menuju ke danau, mencegah masuknya polutan ke aliran sungai, serta membina masyarakat untuk tidak menggunakan bahan peledak dan racun saat menangkap ikan. Selain itu, penting juga untuk mengedukasi masyarakat agar tidak membuang sampah ke sungai dan menjaga kelestarian lingkungan hidup di sekitar danau.
 
Dengan kerja sama dan kesadaran bersama, saya berharap Danau Tehap bisa terjaga kelestariannya dan satwa liar serta biota air bisa terus berkembang. Danau ini bukan hanya sekedar tempat wisata, tapi juga sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar. Maka dari itu, mari kita jaga Danau Tehap bersama-sama.

Tanah disekitar Danau Tehap

Tanah keluarga kami yang terletak di sekitar Danau Tehap memiliki luas sekitar 50.000 meter persegi atau setara dengan 5 hektar area. Secara geografis, tanah ini berbatasan dengan beberapa titik alam dan tanah milik orang lain. Di sebelah barat, tanah kami berbatasan langsung dengan Sungai Pegang yang mengalir dengan anggun. Sementara di sebelah timur dan selatan, tanah ini berbatasan dengan Sungai Lubai yang memberikan pemandangan alam yang indah. Di sebelah utara, tanah kami bersebelahan dengan tanah milik Umar Khotob.
 
Tanah ini merupakan warisan berharga dari Ayahanda kami, Muhammad Ibrahim bin Haji Hasan. Hingga saat ini, tanah ini masih menyimpan beberapa tanaman yang tumbuh subur dan menjadi bagian dari sejarah tanah ini. Pohon Rambai, Gandaria, dan Kecapi masih dapat ditemukan di sini, bersama dengan jenis kayu lainnya yang menambah keelokan dan nilai ekologis tanah ini. Keaslian dan keindahan alam yang masih terjaga membuat tanah ini menjadi aset berharga bagi keluarga kami.

kenangan indah 

Pagi itu, Desember 1970, aku masih kanak-kanak dengan mata lebar penuh rasa ingin tahu. Ayahanda mengajakku melihat pasangan bubu dan gabul di lahan pertanian keluarga kami. Tempat ini selalu menjadi favorit kami karena ada saluran air yang mengalirkan sungai Lubai saat banjir. Aku tak sabar melihat hasilnya.
 
Saat bubu diangkat, aku tak percaya mata sendiri! Banyak ikan yang terperangkap di dalamnya. Ikan Betuk, Gabus, Lele, Palau, dan Baung berenang-renang dalam jaring. Aku bersorak gembira melihat ayahanda tersenyum puas.
 
Namun kenangan yang paling berkesan adalah saat kami membuat ladang padi lembak di sekitar Danau Tehap. Menjelang panen, kami bermalam di ladang, menunggu saat yang tepat untuk memanen. Padi yang menguning seperti emas menambah kesedapan pemandangan.
 
Di dekat dangau ume, ada pohon Kecapi yang berbuah lebat. Aku tak tahan untuk tidak mencicipinya. Rasa manis bercampur asam membuatku ingin lebih. Ayahanda tersenyum melihatku menikmati buah itu.
 
Masih banyak kenangan yang ingin aku ceritakan. Seperti saat aku ikut ayahanda membawa kayu Tembesu untuk dijadikan tiang rumah panggung. Kami mengambilnya saat Lubai banjir, sehingga kayu-kayu itu bisa ditarik dengan mudah melalui jalan setapak menuju Jiwa Baru. Aku merasa seperti bagian dari petualangan besar.
  
Meninjau tanah
 
Hari itu, 17 Juli 2023, matahari bersinar cerah di desa Jiwa Baru, kecamatan Lubai. Saya, Amrullah Ibrahim, Haji Taromo, pengusaha sukses dari Bandar Lampung, beserta rombongan tiba di tanah yang terletak dekat Danau Tehap. Mereka ditemani oleh Muhammad Anggara Lubara, anak bungsu Amrullah, Muhammad Rizal, adik sepupu yang penuh semangat, dan Balkanor, tokoh desa yang sangat dihormati, oleh sanak saudara.
 
Saat mereka tiba di lokasi, pukul 08.30 pagi, udara segar menyambut mereka. Tanah yang luas itu dipenuhi dengan pepohonan hijau yang rimbun. Pohon Kemang, Gandaria, dan Jambu Hutan tumbuh subur di sana. Angin sepoi-sepoi dari danau menambah kesegaran suasana.
 
"Tanah ini sungguh potensial," kata Amrullah sambil mengamati sekitar. "Kita bisa bangun tempat wisata alam di sini."
 
Muhammad Anggara Lubara yang suka berpetualang langsung berlari menuju danau, diikuti oleh Muhammad Rizal. Mereka berdua bermain di sekitar tepian danau, sementara Balkanor menjelaskan tentang potensi danau dan tanah sekitar kepada Amrullah.
 
Setelah dua jam meninjau, pukul 10.30 pagi, mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak di bawah naungan pohon besar. Amrullah tersenyum melihat kegembiraan anak-anak muda di sekitarnya. "Ini akan menjadi proyek yang sangat menarik," katanya dengan optimis.
 
Dengan rencana yang sudah mulai terbentuk di benak mereka, rombongan itu meninggalkan tanah tersebut dengan harapan besar untuk masa depan yang cerah.
 
Demikian, cerita cerewet ketujuh ini. Semoga baik dapat dijadikan suatu pembelajaran bagi pembaca.
 
Salam interaksi. 









Tidak ada komentar

Cerewet 11

  Kejadian lucu itu masih teringat jelas sampai sekarang. Saat itu tahun 2019, kami sekelompok teman memutuskan untuk berkunjung ke Bantul...

Diberdayakan oleh Blogger.