tanah Muara Bening
Apakah Muara Bening itu?Kata
Muara Bening, artinya Air Bersih. Muara Bening merupakan nama sungai
kecil, yang mengalir ke sungai Lubai. Perlu kiranya dijelaskan terlebih
dahulu, bahwa sebagian masyarakat desa Jiwa Baru me -nyebutnya Malah
Bening. Ada juga yang mengatakan Male Bening.
Dimana lokasinya muara Bening? Muara
Bening terletak di Jalan Setapak, Lebak Lubai, desa Jiwa Baru,
kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan.
Perjalanan dari desa Jiwa Baru, ke Muara Bening kurang lebih 1.500
meter. Dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau berkendaraan roda dua.
meninjau tanah Muara Bening? Tanggal 15
Juni 2008, Hari Minggu, Pukul 08.30 WIB. Matahari bersinar cerah di
desa Jiwa Baru, kecamatan Lubai. Kami bertujuh, bersiap untuk meninjau
tanah warisan keluarga di Muara Bening, Lebak Lubai. Saya, Amrullah Ibrahim dikenal juga dengan sebuatan Amar Lubai,
memimpin rombong an bersama ayuk Nur Asmara, adik-adikku Mustakim, Alimin
Dalil, dan Yurni Asminta, serta adik sepupu Emrizal dan Arios.
Kami
mengendarai sepeda motor, melintasi jalan desa yang berliku-liku. Udara
pagi masih segar, dengan aroma tanah lembap dan dedaunan basah. Setelah
beberapa jam perjalanan, kami tiba di lokasi tanah yang terletak di
antara sungai Muara Bening dan sungai Lubai.
Tanah
seluas 10.000 meter persegi ini, warisan dari Ayahanda Muhammad Ibrahim
bin Haji Hasan, terbentang luas dengan beberapa pohon yang masih
tersisa, seperti pohon Rambai dan Gandaria. Kami berjalan kaki
mengelilingi tanah, menikmati pemandangan alam yang indah. Sungai Lubai
di utara dan sungai Muara Bening di selatan, menjadi batas alami tanah
ini.
"Subhanallah,
pemandangan yang luar biasa," kata ayuk Nur Asmara, mengagumi keindahan
alam sekitar. Kami semua setuju, tanah ini memiliki potensi besar untuk
dikembangkan. Setelah meninjau tanah, kami duduk-duduk di bawah pohon
rindang, menikmati suasana pagi yang tenang. Kami ber diskusi tentang
rencana pengembangan tanah ini, sambil menikmati secangkir kopi panas.
Pagi
itu, kami tidak hanya meninjau tanah, tapi juga mempererat hubungan
keluarga. Kami bersyukur atas warisan yang diberikan oleh Ayahanda, dan
berencana untuk menjadikannya tempat yang ber -manfaat bagi keluarga dan
masyarakat sekitar. Dengan semangat dan harapan, kami kembali ke rumah,
siap untuk memulai rencana pengembangan tanah ini.
Bergotong royong menebas
Hari
Minggu, 8 Agustus 2010, pukul 08.30 WIB. Kami berlima, terdiri dari saya, Amrullah Ibrahim, dikenal juga dengan Amar Lubai, Ustadz Madkhalur Rozzak, Ayuk Nur Asmara, Ferdy, dan
Dicky, bersiap untuk menaklukkan tanah warisan ayahanda Muhammad Ibrahim
bin Haji Hasan di dekat Muara Bening. Meskipun aku masih merasa capek
dan penat karena kurang tidur, semangat kami tidak tergoyahkan.
Kami
tiba di lokasi tanah seluas 10.000 meter persegi, yang pernah menjadi
kebun karet pada tahun 1963-1987. Sekarang, hanya tersisa sebatang pohon
rambai dan gandaria yang menjadi saksi bisu sejarah tanah ini. Kami
bertekad untuk menghidupkan kembali tanah ini dengan membangun Pondok
Pesantren Al Mulkhlishin.
Bergotong
royong, kami membersihkan kayu-kayu kecil yang berserakan di sekitar
lokasi. Sambil bekerja, kami bercerita dan tertawa. Aku menceritakan
kepada Ferdy tentang sejarah tanah ini, yang merupakan warisan turun
temurun dari ayahanda kami.
Tepat
pukul 11.30 WIB, kami beristirahat dan aku memimpin pembacaan doa
kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Kami memohon agar lokasi ini diridhoi
untuk dijadikan tempat menuntut ilmu agama Islam.
Setelah
berdoa, kami membahas rencana pembangunan Pondok Pesantren Al
Mulkhlishin. Kami ingin menciptakan generasi yang handal dalam
pendidikan agama Islam dan memiliki nilai spiritual yang kuat. Fasilitas
yang akan dibangun termasuk ruang kelas, asrama putra dan putri, kantor
sekretariat, perumahan ustadz dan ustadzah, dapur umum, dan klinik
kesehatan.
Yayasan
yang akan didirikan kami beri nama 'Bukit Jehing', sebagai penghormatan
kepada ibunda Nafisyah binti Wakif. Misi yayasan ini adalah mencetak
kader mundzirul qaum yang alim, cerdas, dan berakhlak mulia. Sumber dana
akan diperoleh secara swadaya dari berbagai lembaga, masyarakat, dan
pihak lain yang tidak mengikat.
Dengan
semangat dan tekad yang kuat, kami siap untuk mewujudkan Pondok
Pesantren Al Mulkhlishin menjadi pusat pendidikan agama Islam yang
unggul dan mencetak generasi yang berakhlak mulia.
disengat tawon harimau
Hari Senin, 9 Agustus 2010, Gotong Royong
Pagi
itu, kami ber-empat, Saya Amrullah Ibrahim, dikenal juga dengan sebutan Amar Lubai, Ayuk Nur Asmara, Ferdy, dan
Dicky, bersiap untuk melanjutkan gotong royong di lokasi Pembangunan
Pesantren Al Mukhlishin. Kami tiba di lokasi pada pukul 08.30 WIB,
dengan semangat untuk mem bersihkan kayu-kayu kecil dan membakar sebagian
kayu dan daun-dauan.
Saat
kami bekerja, aku melihat sebatang pohon besar dengan sarang tawon di
atas dahan pohon itu. Sarang tawon berwarna cokelat dan berukuran
sekitar 30 Cm, tertutup rerimbunan daun pohon. Aku langsung memberi
peringatan kepada Dicky, "Hati-hati, jangan membakar sampah di dekat
pohon ini! Tawonnya bisa keluar dari sarangnya dan menyengat kita. Kalau
kena sengat, kita bisa pingsan!"
Dicky
hanya tersenyum dan mengangguk, tapi aku bisa melihat rasa penasaran di
matanya. Menjelang pukul 12.00 WIB, Dicky tidak bisa menahan diri lagi
dan membakar sampah di dekat pohon. Tiba-tiba, tawon-tawon keluar dari
sarangnya dan menyerang Dicky. Ia berteriak kesakitan saat disengat oleh
tawon itu. "Aduuh, duuh...! seperti lagu dangdut saja. Tapi yang ini, aduh serius, karena kesakitan fisik.
Aku
langsung panik dan meminta pertolongan medis kepada salah satu petugas
di desa Jiwa Baru, kecamatan Lubai. Alhamdu lillah, setelah disuntik dan
memakan obat, Dicky merasa badannya normal kembali. Ia masih terlihat
lelah dan kesakitan, tapi aku bisa melihat rasa lega di wajahnya.
"Untung ayah ingatin ada tawon," kata Dicky dengan suara lemah. "Kalau tidak, mungkin Dicky sudah pingsan."
Saya hanya tersenyum dan memeluk Dicky. "Ayah hanya ingin Dicky aman"
kataku. Kami semua merasa lega saat Dicky pulih kembali, dan kami
melanjutkan gotong royong dengan lebih hati-hati.
Insiden
itu membuat kami lebih sadar akan pentingnya keselamatan dan
kehati-hatian dalam bekerja. Kami berjanji untuk selalu saling
mengingatkan dan menjaga satu sama lain. Dan, tentu saja, kami tidak
akan pernah melupakan pengalaman disengat tawon itu!
Dengan
menutup lembaran cerita ini, kami berharap Pondok Pesantren Al
Mukhlishin dapat menjadi pusat pendidikan agama Islam yang unggul dan
mencetak generasi yang berakhlak mulia. Semoga tanah warisan ini dapat
menjadi ladang amal jariyah bagi kami dan semua pihak yang terlibat
dalam pembangunan pesantren ini. Aamiin. Ya Robbal 'Alamiin.
Salam interaksi.
Post a Comment