Header Ads

Cerewet 08

 Media dibuat oleh meta.ai

tanah Bakal Luhus

Apakah Bakal Luhus itu?

Bakal Luhus adalah sebuah jalan yang dibuat sejak zaman pemerintah hindia Belanda. Mengapa dinamakan Bakal Luhus? Jalan ini dinamakan Bakal Luhus dikarenakan jalan sepanjang 1.500 meter ini, memang benar-benar lurus. Masyarakat desa Baru Lubai dan Kurungan Jiwa 'Jiwa Baru' mem -berikan nama "Bakal Luhus'. Maksudnya Jalan Lurus.

Dimana Bakal Luhus?

Bakal Luhus terletak, tidak jauh dari lokasi wisata pesawaha  desa Baru Lubai dan Kurungan Jiwa 'Jiwa Baru' kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan.

Bagaimana Sejarahnya?

Periode tahun 1947-1958 sepanjang Bakal Luhus pada sisi kiri dan kanan jalan hanya berupa hamparan belukar kayu liar seperti Menteru, Pelawan, Laban, Sungkai dan kebun Karet warga desa Jiwa Baru. Bagi keluarga kami 'bakal luhus' mempunyai makna tersendiri. Pada sisi kanan dan sisi kiri 'bakal luhus' ada tanah milik keluarga kami. Pada lahan pertanian milik keluarga kami itu, dijadikan pusat pembuatan Batu Bata dan Genting.

Awalnya usaha bansal genting dan batu bata milik keluarga kami, berjalan lancar dan sukses. Namun sayang, suatu ketika ada salah satu konsumen memesan batu bata dan genting dalam jumlah banyak. Didalam perjanjian akan dibayarkan lunas setelah barang pesanan sampai ditempat tujuan. Akan tetapi setelah pesanan batu bata dan genting, telah sampai ditempat, ayahanda tidak mendapatkan apa-apa. Ayahanda kami telah ditipukan orang. Usaha ayahanda kami, akhinrnya bangkerut. Usaha tobong genting dan batu bata, ditutup. Sisa peninggalan usaha keluarga penulis saat ini, masih bisa dilihat tiang dan tangga rumah wak Haji Zainuddin di desa Jiwa Baru.

Meninjau Tanah Bakal Luhus

Saya, Amrullah Ibrahim dikenal juda dengan Amrul' Lubai, pergi menggunakan sepeda motor milik Paman Muhammad Haris dan Ayahanda Muhammad Ibrahim naik motor digonceng oleh April bin Solani. Hari ini kami pergi melihat tanah di Bakal luhus. Setelah tiba disana, aku melihat bekas areal tempat usaha pembuatan Tobong Genting dan Batu Bata yang dikelola oleh Ayahanda pada awal kemerdekaan. Usaha ini didirikan, setelah beliau memutuskan tidak ingin aktif instansi pemerintah.

Walaupun beliau sempat diajak oleh paman Haji Achmad Kori untuk aktif di Tentara Nasional Indonesia dan diajak kerja pada PT. Pertamina Prabumulih, beliau memilih untuk membuat usaha sendiri. Menurut beliau, letak tanah ini sangat strategis terletak dipinggir jalan beraspal dan dekat rawa-rawa yang banyak tanah liatnya. Sehingga sangat cocok untuk dijadikan tempat usaha pembuatan Batu Bata dan Genting. 

cerita indah bakal luhus

Saya masih ingat saat berjalan di sekitar kawasan Bakal Luhus, Desa Jiwa Baru, yang dulunya hanya lahan perkebunan karet dan rawa-rawa. Namun, kini kawasan ini telah berubah drastis menjadi daerah permukiman dan areal persawahan yang padat. Saya melihat rumah-rumah permanen berdiri di sisi kiri dan kanan jalan, serta sawah-sawah yang hijau dan subur.
 
Perubahan ini tidak terjadi dalam waktu singkat. Saya mendengar cerita dari orang tua saya bahwa kawasan ini pada tahun 1959-2009 masih sangat sepi dan belum ada tanda-tanda pembangunan permukiman. Namun, seiring waktu, para pendatang luar desa memanfaatkan lahan tidur di tepi sungai menjadi lahan sawah, dan kini Bakal Luhus diprediksikan akan menjadi desa pemekaran di kecamatan Lubai pada tahun 2030.
 
Saya juga teringat kenangan terindah bagi keluarga kami, yaitu usaha rumahan pembuatan kerajinan genteng dan batu bata yang dijalankan oleh Ayahanda Muhammad Ibrahim. Pada awal kemerdekaan, usaha ini merupakan andalan keluarga kami, meskipun pada saat itu belum banyak warga yang menggeluti usaha ini. Proses pembuatan genteng masih menggunakan sistem tradisional, dengan tanah liat yang dimasukkan ke dalam cetakan kayu.
 
Saya masih ingat cerita Ayahanda tentang bagaimana kami anak-anaknya terlibat dalam proses pembuatan genteng, mulai dari pencetakan hingga pembakaran di dalam tobong. Musim kemarau sangat membantu dalam proses pengeringan, dan kami semua bekerja sama untuk menyelesaikan produksi genteng. Usaha padat karya ini tidak hanya menghasilkan genteng dan batu bata, tapi juga mempererat hubungan keluarga dan masyarakat sekitar.
 
Kini, saya melihat Bakal Luhus telah berkembang pesat, dan saya merasa bangga menjadi bagian dari sejarah dan perubahan kawasan ini. Usaha genteng dan batu bata mungkin tidak lagi menjadi andalan keluarga kami, tapi kenangan dan nilai-nilai yang kami pelajari dari usaha tersebut akan selalu menjadi bagian dari diri saya.
 
Demikian cerite cerewet ke delapan ini. Sesungguhnya sangat banyak yang harus saya tuliskan, namun tentu tidak mungkin halaman blog dapat menampung. Sampai jumpa.
 
Salam interaksi. 

Tidak ada komentar

Cerewet 11

  Kejadian lucu itu masih teringat jelas sampai sekarang. Saat itu tahun 2019, kami sekelompok teman memutuskan untuk berkunjung ke Bantul...

Diberdayakan oleh Blogger.