Cerpul 08
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
السلام عليكم
Setelah 38 tahun lamanya penulis mengikuti orangtua pergi merantau. Tempat tinggal penulis saat ini berdomisili di Jalan Pangeran Antasari Nomor : 38 Tanjungkarang timur Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung, penulis berserta roombongan pulang kampung.
Tujuan pulang kampung ;
Misi pulang kampung ketujuh ini adalah mengurusi tanah warisan peninggalan orangtua di desa Jiwa Baru Kecamatan Lubai Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.
Catatan perjalanan ini merupakan sekelumit cerita, penulis melakukan aktivitas selama melakukan perjalanan pulang kampung pada tahun 2008.
Tanggal 13 Juni 2008, Hari Jum'at
Rute pertama : Tanjung Karang - Pagar Gunung
Rombongan pulang kampung ke 8 ini terdiri dari Kakak perempuan kami Nur Asmara, Penulis, Mustaqim, Alimin Dalil, Rizki anaknya Alimin dan Yurni Asmita. Kami berangkat pukul 09.00 WIB dari Stasiun Tanjungkarang menuju Stasiun Pagar Gunung Kecamatan Lubai. Kereta api yang kami tumpangi Fajar kelas Bisnis.
Beberapa stasiun kami lalui seperti :
- Stasiun Rajabasa,
- Stasiun Natar,
- Stasiun Kotabumi,
- Stasiun Blambangan Umpu,
- Stasiun Martapura,
- Stasiun Baturaja,
- Stasiun Peninjauan.
Semua stasiun yang kami lintasi berjalan lancar, tanpa hambatan apapun juga. Sungguh nikmat Allah, yang engkau dustakan. Diberikan fasilitas yang lancar dan nyaman, tanpa sesuatu apapun. Badan sehat, pikiran sehat, lalu apalagi yang harus di keluh kisahkan.
Rute kedua : Pagar Gunung - Jiwa Baru.
Tiba di Stasiun Pagar Gunung waktu menunjukkan pukul 18.15 WIB. Disana telah menunggu Kakak Rizwan anak dari wak Anmor, Sangkut dan Arios anak dari Paman Sukardin. Kami langsung menuju kendaraan roda 4 yang dikemudikan oleh Kakak Rizwan untuk melanjutkan perjalanan ke desa Desa Jiwa Baru. Setelah melewati sungai Selanglang, sungai Air Puhun dalam waktu 20 menit dari Stasiun Pagar Gunung kami serombongan telah sampai dirumah Paman Sukardin.
Tanggal 14 Juni 2008 Hari Sabtu
Tanggal 14 Juni 2008 Hari Sabtu
Ziarah kemakam nenek moyang
Selesai santapan pagi, kami berziarah kemakam nenek moyang. Ayahanda kami dulu memberikan contoh kepada kami bahwa setiap melintasi didekat kuburan keluarga beliau, akan membaca Al Fatihah untuk Almarhum/Almarhumah. Seiring perkembangan zaman, ziarah kubur tetap menjadi bagian dari budaya yang diwariskan secara turun-temurun, menghubungkan nilai keislaman dengan kearifan lokal yang telah ada sejak lama.
Rasulullah saw juga pernah bersabda, artinya : Aku dulu melarang kalian berziarah kubur, tetapi sekarang ziarahlah, karena itu akan mengingatkan kalian pada akhirat. (H.R. Muslim).
Makam Poyang Riamad bin Nata Kerti.
- Poyang Rentamat bin Nata Kerti
- Isteri poyang Rentamat
- Poyang Riamat bin Nata Kerti
- Isteri poyang Riamat
- Poyang Desamat bin Nata Kerti
- Isteri poyang Desamat
Lokasi makam :
Didekat rumah Kakak Luth di desa Jiwa Baru - Lubai.
Kondisi makam :
Rumput yang tumbuh cukup banyak disekitar makam.
Kegiatan ziarah :
Bergotong royong membersihkan rumput yang tumbuh didekat makam, kami membersihkan makam menggunakan cangkul. Setelah dibersihkan makam, saya berdoa kepada Allah Ta'ala ampunilah segala dosa dan kesalahan nenek poyang kami.
Catatan penting : Poyang Riamad lebih populer dengan sebutan Poyang Lebi.
komplek Makam poyang kenaraf bin sani
- Poyang Kenaraf bin Sani
- Kerile binti
- Kakek Wakif bin Kenaraf
- Nenek Syauni binti Redaim (isteri kakek 1)
- Nenek Setiyah binti Ali Behusin (isteri kakek 2)
- Nenek Mastinah binti Refudin (isteri kakek 3)
Lokasi makam :
Ditengah areal pemakaman umum desa Jiwa Baru.
Kondisi makam :
Rumputnya yang tumbuh disekitar makam tidak terlalu banyak.
Kegiatan ziarah :
Bergotong royong membersihkan rumput yang tumbuh didekat makam, waktu yang diperlukan tidak terlalu lama. Selanjutnya saya memimpin doa memohon kepada Allaht Ta'ala agar segala dosa dan kesalahan kakek Wakif bin Kenaraf dan nenek-nenek kami diampunkan.
komplek Makam poyang aliyakim bin sinar
- Poyang Aliakim bin Sinar
- Poyang Raindim binti Segaran
- Kakek Haji Hasan bin Aliakim
- Nenek Sedunah binti Abdur Rahman (isteri kakek 1)
- Nenek Tjik Dap binti Zabur (isteri kakek 2)
- Wak Haji Abdul 'Aziz bin Haji Hasan
- Kakak Alimin bin M. Ibrahim
- Ayuk Tjik Djuroh bin M. Ibrahim
- Kakak Nata Kerti bin M. Ibrahim
- Adik Huqmi bin M. Ibrahim
Terletak dipinggir jalan beraspal desa Jiwa Baru, dekat rumah Jontoni bin Syamsul.
Kondisi makam :
Cukup memprihatinkan dikarenakan banyak perdu yang tumbuh liar disana disini. Kondisi diperparah lagi dengan adanya orang yang berjualan didekat areal pemakaman ini, yang ter kadang membuang sampah sembarangan.
Kegiatan Ziarah :
Bergotong royong membersihkan areal pemakaman ini, lebih kurang 20 menit waktu yang diperlukan dan mendo'akan Almarhum/Almarhum.
Setelah selesai membersihkan areal pemakaman Kakek Haji Hasan bin Poyang Aliakim, kami serombongan mampir kerumah Elvi anak dari Paman Sukardin. Mengobrol sebentar, tidak lama kemudian kami disuguhi Teh dan makanan ringan. Selanjutnya kami dipersilahkan untuk makan siang. Alhamdu lillah, atas nikmat ini.
Tanggal 15 Juni 2008 Hari Minggu
melihat tanah 01
Waktu melihat :
08.30 - 09.30 WIBLokasi tanah :
Terletak di Muara Bening, Lebak Lubai, desa Jiwa Baru kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim - Sumsel. Muara Bening nama sebuah sungai kecil yang letaknya tidak jauh dari sungai Lubai.
Asal usul tanah :
Warisan Ayahanda Muhammad Ibrahim bin Haji Hasan.
Kondisi tanah :
Ditumbuhi beberapa tanaman yang masih tersisa yaitu pohon Rambai, Gandaria dan kayu jenis lainnya.
Luas tanah :
Luas tanah lebih 10.000 meter persegi yang berbatasan : sebelah Utara dengan sungai Lubai, sebelah Selatan dengan sungai Muara Bening, sebelah timur dengan tanah wak Molek/wak Kerie Haki, sebelah Barat dengan tanah Kakak Matlani.
melihat Tanah 02
Waktu melihat :
10.00 - 10.30 WIBLokasi tanah :
Terletak di Muara Selalang, desa Jiwa Baru kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim. Tanah ini berseberangan dengan tanah kami sendiri, tanah milik Alimun
Asal usul tanah :
Warisan Ayahanda Muhammad Ibrahim bin Haji Hasan.
Kondisi tanah :
Kondisi tanah ditumbuhi beberapa tanaman yang masih tersisa yaitu pohon Rambai, Gandaria dan kayu jenis lainnya seperti Renggas, Leban, Bunggur, Jambu hutan, Kandis serta tumbuhan Rotan.
Luas tanah :
Luas tanah lebih 30.000 meter persegi yang berbatasan : sebelah Utara dengan Danau Tehap, sebelah Selatan dengan sungai Lubai, sebelah timur dengan tanah Kakak Umar Khotob, sebelah Barat dengan sungai Muara Pegang.
melihat Tanah 03
Waktu melihat :
14.30 - 15.00 WIBLokasi tanah :
Terletak Dataran Bukit Jehing, desa Jiwa Baru kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim - Sumsel.
Asal usul tanah :
Warisan Ayahanda Muhammad Ibrahim bin Haji Hasan, semula dibeli dari Wak Haji Zainuddin.
Kondisi tanah :
Ditumbuhan beberapa jenis kayu hutan.
Luas tanah :
Luas tanah lebih 30.000 meter persegi.
Cerita Heboh :
Berdasarkan cerita dari adik sepupu penulis yang bernama Milnan bin Muhammad Daud bahwa semula di tanah ini tumbuh berbagai jenis kayu yang sudah besar. Kayu itu ditebang untuk dibuat kayu balok oleh salah seorang kerabat kami yang tanpa izin dari kami, diperkirakan jumlah volumenya 100 meter kubik.
melihat Tanah 04
Waktu melihat :
15.00 - 15.30 WIBLokasi tanah :
Terletak Dataran Bukit Jehing, desa Jiwa Baru kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim - Sumsel.
Asal usul tanah :
Warisan Ibunda Nafisyah bin Wakif bin Kenaraf..
Kondisi tanah :
Telah beralih fungsi yang semula kebun Serai Wanggi menjadi kebun Karet perorangan milik warga desa Jiwa Baru. Hal ini terjadi dikarenakan mereka mengatas-namakan Proyek Inti Rakyat, sehingga mereka bersama-sama membuka tanah warisan Ibunda kami.
Luas tanah :
Luas tanah lebih kurang seluas 100 Hektar = 100.000 meter persegi.
Dokumen pendukung :
- Surat musyawarah Ibunda bersaudara tertanggal 16 Maret 1966 yang masing-masing mereke menanda-tangani surat tersebut bahwa tanah di Dataran Bukit Jehing bagian dari Ibunda Nafisyah bin Wakif bin Kenaraf.
- Surat izin membuka lahan dari Kepala Marga Lubai suku 1 tahanu 1958 yang ditanda tangani oleh Pasirah Syarkowi seluas 100 Hektar = 100.000 meter persegi.
Tanggal 15 Juni 2008 Malam Senin
Kembali keperantauan
Pulang kampung bukan hanya tentang bertemu keluarga, tapi juga tentang merenungkan diri dan merencanakan masa depan. Setelah beberapa lama melihat keindahan kampung halaman, kami serombongan berangkat kembali ke perantauan. Dari desa Jiwa Baru, tepat pukul 21.00 WIB, kakak Rizwan mengantar kami dengan kendaraan roda 4 mobil niaga.
Tiba di Stasiun Pagar Gunung kami harus menunggu kedatangan Kereta Api Limex Sriwijaya dari stasiun Kertapati Palembang menuju stasiun Tanjung Karang.
Demikian, perjalanan pulang kampung saya akhiri ceritanya sampai disini.
Salam interaksi.
Post a Comment