Header Ads

Cerpul 03

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
السلام عليكم



Pulang kampung ke 3 maksudnya sejak penulis menjadi perantau dan tinggal diperantauan Provinsi Lampung, penulis melakukan perjalanan pulang kampung ke desa Baru Lubai di Kecamatan Prabumulih Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan, pada kesempat an ini merupakan yang ketiga.

Setelah enam tahun lamanya penulis mengikuti orangtua pergi merantau ke Sekampung kuning desa Air Naningan Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung, penulis sekeluarga besar terdiri dari kedua orangtua, Kakak Sulung, Kakak Perempuan dan Adik Perempuan pulang kampung. 
 
Tujuan perjalanan pulang kampung :
Adapun tujuan pulang kampung ketiga ini adalah untuk melangsungkan acara pernikah an Kakak sulung kami Iskandar bin M. Ibrohim, yang mendapatkan pendamping hidup dari gadis di kampung halaman desa Kurungan Jiwa, kabupaten  Muara Enim.
 
Rombongan keluarga pulang kampung :
  • M. Ibrahim bin Haji Hasan (ayahanda kami)
  • Nafisyah binti Wakif (ibunda kami)
  • Iskandar bin  M. Ibrahim (kakak sulung)
  • Nur Asma binti M. Ibrahim (kakak perempuan)
  • Amrullah Ibrahim (penulis)
  • Yurni Asmita binti M. Ibrahim    
Catatan perjalanan ini merupakan sekelumit cerita, penulis melakukan aktivitas selama melakukan perjalanan pulang kampung pada tahun 1976.

Tanggal 8 Juli 1976, Hari kamis
Berangkat pulang kampung 

Perjalanan pulang kampung, diawali dengan kami berangkat menggunakan Angkutan umum dari desa Air Naningan, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung menuju Talang Padang Kabupaten Lampung Selatan pukul 09.30 WIB. Selama di perjalanan lancar waktu yang diperlukan 1 jam 30 menit; 

Selanjutnya perjalanan rute kedua, berangkat menggunakan Angkutan umum dari Talang Padang Kabupaten Lampung Selatan menuju Tanjungkarang ibukota Provinsi Lampung, pukul 13.00 WIB, selama di perjalanan lancar tiba di Tanjungkarang hari sudah sore yaitu pukul 15.30 WIB. 

Sambil menunggu keberangkatan kami beristirahat di stasiun kereta api Tanjungkarang. Perjalan rute ketiga, berangkat dari Stasiun Tanjungkarang naik Kereta Api Lintas Malam Ekspres sering disingkat Limex menuju Prabumulih, Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan tepat pukul 21.00 WIB, kereta api segera berangkat; 

Tiba di Prabumulih hari telah menjelang waktu sholat subuh, perjalanan dilanjutkan dari Stasiun Prabumulih menuju rumah Paman Muhammad Haris bin Wakif.

tanggal 9 Juli 1976, hari jum'at
Pergi kepasar Prabumulih
 
Penulis dan Ayahanda pergi kepasar berbelanja untuk keperluan selama tinggal di kampung halaman, pukul 09.30 WIB. Ketika kami kepasar penulis masuk ke toko Kaset dan membeli sebuah kaset Orkes Gambus penyanyinya Rafiqo Wahab dan sebuah kaset Orkes Melayu Awara pimpinan S. Achmadi Volume 3; 

Perjalan rute ke empat, diawali berangkat dari Prabumulih menuju desa Baru Lubai Kecamatan Prabumulih Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan pukul 16.30 WIB, dengan mencarter sebuah mobil Land Rover dengan rute dari arah ilir yaitu lewat desa Tanggai, desa Tanjung Kemala dan sebagainya. Perjalanan ini cukup seru dan menegangkan. Kondisi jalan cukup jelek, saat itu musim hujan dan jalan belum diaspal sehinga laju kendaraan sangat pelan, serta sering rodanya jalan ditempat dikarenakan jalannya licin; 

Tiba di desa Baru Lubai, pukul 23.00 WIB lansung menuju rumah kami yang telah dtinggalkan selama 5 tahun. Sanak keluarga berdatangan, ada yang membantu membersihkan rumah dan merapikan barang-barang bawaan kami. 

Setelah makan malam dan hiburan menggunakan Tape Recorder, kaset yang diputar Orkes Melayu Pengabdian Pimpinan Alwi Hasan, kami akhirnya tertidur pukul 01.30 WIB. 
 
Cerita haripun berakhir sampai disini.
 
tanggal 16 Juli 1976, hari jum'at
membikin Dodol

Cerita  hari ini diawali dengan kegiatan membikin dodol atau disebut masyarakat Lubai, ngicau dodol. Setelah 6 hari kami berada di Kampung halaman, dalam rangka memenuhi persyaratan pernikahan adat Lubai, sanak keluarga kumpul dirumah kami untuk membantu membuat dodol. 
 
Ngicau dudul adalah tahap kelima prosesi pernikahan/perkawinan adat suku Lubai. Tahap ini keluarga si bujang dengan dibantu kaum kerabatnya membuat dodol. Mengapa tahap ini disebut ngicau dudul, karena proses pembuatan dodol memakan waktu yang lama kurang lebih 4 jam. Dalam waktu 4 jam kurang lebih ngaduk adonan kental lengket berbahan utama santan dan tepung di kuali/wajan besar diatas bara tungku api secara bergantian. Agar proses pembuatan dodol ini dapat berjalan dengan lancar dan dalam suasana kegembiraan maka acara ini banyak melibatkan kaum kerabat calon mempelai laki-laki. Kaum kerabat sambil mengaduk dodol, biasanya bercengkerama antar mereka.

Ngicau dudul yang sering dilaksanakan sebanyak 5 kuali dan masing-masing kuali diaduk oleh 3 orang bersamaan. Alat pengaduk dodol adalah menggunakan kayu yang dibuat mirip pengayuh sampan. Mengapa harus diaduk terus-menerus? Karena untuk memperoleh dodol yang baik, adonan harus diaduk tanpa henti agar adonan dodol tidak lengket di dasar kuali.
 
Proses pembuatan dodol ini cukup unik yaitu :
  • Beras ketan terlebih dahulu dijadikan tepung dengan cara ditumbuk pada alat tradiosinal yang dinamakan Lesung terbuat dari kayu, dikarenakan saat itu belum alat pembuat tepung;
  • Kelapa yang sudah tua diparut dan diambil santan, proses pemarutan masih manual;
  • Bahan pembuatan dodol yang seperti gula, dimasukkan kedalam wajan yang besar menjadi satu dengan Tepu Beras Ketan dan Santan Kelapa;
  • Ngicau dodol maksud dalam proses pembuatan dodol itu memerlukan waktu yang cukup lama, agar matangnya merata maka adonan bahan yang terdiri dari Tepung Beras Ketan, Santan Kelapa, Gula diaduk-aduk berulang-ulang dengan menggunakan alat pengaduk dari kayu yang ukuran lebih kurang lebar 15 centimeter dan panjang 150 centimeter.
Bagi anak-anak saat itu, proses membuat menjadi tontonan yang menghibur. Dan saat dodol hampir matang, biasanya anak-anak meminta kepada sanak keluarga yang mengicau dodol itu, tempatnya tidak menggunakan piring ataupun mangkok, melainkan menggunakan daun Jambu Air. 
 

tanggal 21 Juli 1976. hari rabu
Kumpul Sanak 

Ngumpulkan sanak mandas adalah suatu kegiatan tahapan prosesi pernikahan adat suku Lubai bertujuan menghimpun dana perhelatan pernikahan. Sudah menjadi tradisi suku Lubai sebulan sebelum acara akad nikah dilaksanakan mengumpulkan sanak terdekat. Sanak mandas adalah saudara terdekat baik yang masih mempunyai hubungan satu keturunan maupun saudara dekat dikarenakan adanya perkwainan atau pernikahan. Acara ini dilaksanakan dengan maksud dan tujuan mengumpulkan seluruh sanak famili terdekat, dalam rangka menghimpun dana untuk kegiatan acara pernikahan. Sanak mandas dalam bahasa Lubai artinya saudara dekat.

Tatacara mengumpulkan sanak mandas agar datang kerumah biasanya yang punya hajatan, mengutus perwakilan untuk memanggil atau mengantau sanak mandas kerumah masing-masing. Utusan tuan rumah, yang mengundang biasanya disebut “tukang panggil”. Memang tatacara mengundang seperti ini kurang efisien kalau ditinjau dari sisi waktu, namun dengan adanya tatap muka seperti itu maka jalinan silaturahim terjadi disini, sehingga besar kemungkinan yang di undang akan menghadiri acara ngumpkulkan sanak mandas.

Pelaksanaan menghimpun dana dari saudara terdekat, dimulai setelah yang diundang telah berkumpul dirumah sohibul hajat. Biasanya ada petugas yang melakukan pendataan orang yang akan menyum bang. Selama acara penarikan dana berlangsung sanak mandas yang hadir dipersilakan menyantap hidangan, sambil mengobrol rencana pelaksanaan prosesi akad nikah.
 
Waktu pelaksanaan 
 
Satu minggu sebelum acara akada nikah dillaksanakan. Maksud dan tujuan pelaksanaan mengumpulkan seluruh masyarakat desa adalah untuk menghimpun dana tambahan perhelatan pernikahan. Seluruh anggota masyarakat desa diundang, tanpa kecuali sehingga acara sering disebut dengan Kumpul Sanak Pedusunan.

Pada melaksanakan ngumpulkan sanak mandas dan ngumpulkan sanak pedusunan, Alhamdu lillah berjalan lancar dan sukses. Acara ini dilaksanakan sehubungan dengan kakak kami tertua hendak melangsungkan pernikahan. Tempat pelaksanaan rumah keluarga penulis di desa Jiwa Baru, kec. Lubai, kab. Muara Enim, prov. Sumatera Selatan. Penulis pengumpulan dana kakak Risman bin Wak Zawawi. Penyumbang tertinggi adalah mamang Kaironi bin kakek Haji Abdul Malik, yaitu beliau menyum bang sebesar Rp. 2.500,- Uang sumbangan sanak mandas dan sanak pedusunan yang ter kumpul adalah Rp 25.000,- (Dua puluh lima ribu rupiah)

Tanggal 23 Juli 1976, hari jum'at
Negakan bangsal


Negakan bangsal tahap ke delapan adat pernikahan adat suku Lubai. Sebelum datangnya hari perkawinan atau akad nikah perlu dilakukan acara gotong-royong atau dalam bahasa Lubai disebut begawi rami-rami. Dalam acara begawi rami-rami negakan bangsal, sohibul hajat menyediakan berbagai macam kue atau juadah untuk keperluan konsumsi bergotong-royong. Pelaksanaan kegiatan gotong-royong biasanya dilakukan dari pagi hari sampai dengan sore hari.
 
Bahan-bahan bangsal pengantin terdiri dari kayu bulat, anyaman daun serdang dan tali akar sehikan. Sanak keluarga dan kaum kerabat akan bergotong royong membawa kayu bulat dan anyaman daun serdang dari rumah-rumah masing-masing. Tradisi ini telah dilaksanakan sejak masa nenek moyang desa Jiwa Baru secara turun temurun. 

Tiang : 
Terbuat dari kayu bulat dengan diameter 10-15 cm. Jenis kayu yang banyak digunakan adalah kayu Manggis (Garcinia sp) dan kayu Pelawan. Bahan tiang ini ada yang baru ditebang dari hutan, namun sebagian besar meminjam dari sanak saudara.
 
Kasau : 
Terbuat dari kayu bulat dengan diameter 10-15 cm. Jenis kayu yang banyak digunakan adalah kayu Pelepang. Hampir semuanya bahan kasau, meminjam dari sanak saudara.

Atap : 
Atap bangsal pengantin biasanya terbuat dari anyaman daun serdang yang dianyam, menggunalkan bilah bambu sebagai tulangnya dan dijahit menggunakan rotan yang dibelah. Atap biasa juga terbuat dari daun rotan batang (Calamus zollingerii) yang dianyam, disusun 3 dan diikat dengan rotan. 

Dekorasi : 
Agar bangsal pengantin terlihat indah, maka dibuat dekorasi dari daun kelapa dan daun pohon beringin. Setiap tiang dihiasi dengan daun pohon beringin. Antara tiang ke tiang dipasangkan daun kelapa yang telah dijalin rapi.
 
Lokasi bangsal atau tenda resepsi pernikahan, terletak diperbatasan desa Baru Lubai dan Kurungan Jiwa yaitu ditanah Puyang Rainim binti Segaran
 
Tanggal 24 Juli 1976, Hari Sabtu
Resepsi Pernikahan Kakak Sulung

Resepsi pernikahan dilaksanakan pada malam Minggu, dihadiri tamu undangan dari berbagai desa di marga Lubai, sanak sanudara yang datang dari kota Palembang, Prabumulih dan Muara Enim.  Tentu saja, untuk menggambarkan suasana resepsi pernikahan kakak sulung kami bisa ditinjau dari tiga kategori berikut : visual (seperti apa wujud resepsi pernikahan), sensual (seperti apa nuansa resepsi pernikahan) dan situasional (di mana resepsi pernikahan berlangsung).
 
Tinjauan aspek visual 
Pelaksanaan resepsi pernikahan berdasarkan pengamatan penulis merupakan yang termegah dan termeriah saat itu. Hal ini dilihat dari banyaknya tokoh masyarakat yang hadir Pasirah marga Lubai suku 1 yaitu paman Harris yang berdomisili Tanjung Kemala, Kakanda Biul Burlian pasirah Rambang Kapak tengah 2 yang berdomisili di Prabumulih, Wak Haji Tajuddin Wahab pegawai Pekerjaan Umum berdomisili di Palembang serta tamu undangan lainnya dari berbagai desa seperti dari desa Pagar Gunung, Gunung Raja, Tanjung Kemala dan Kuang Dalam. 
 
Tinjauan aspek Sensual
Nuansa pada acara resepsi pernikahan kakak sulung kami, dapat digambarkan dengan susunan acara sebagai berikut :
  • Mempelai pengantin putera diringi keluarga besar penulis menjemput mempelai pengantin puteri dan keluarga untuk menuju tempat Resepsi Pernikahan;
  • Kedua mempelai duduk bersanding di kursi pelaminan dan diapit oleh Ayahanda dan Ibunda penulis serta pihak besan kami;
  • Protokol atau Master Cremoni Kakanda Drs. Sukarman membuka acara;
  • Kata sambutan dari pihak mempelai pria sekaligus pihak mempelai wanita disampaikan oleh Wak Haji Tajuddin Wahab;
  • Kata sambutan wewakilan tamu undangan disampaikan oleh Paman Derpai Anggota DRPD Kabupaten Muara Enim;
  • Kata sambutan dari pemerintahan marga Lubai suku 1 disampaikan oleh : Paman Harris;
  • Hiburan seni musik, Orkes Melayu Ida Laila dari Prabumulih yang menampilkan biduanita yang bergoyang namun sopan membawakan beberapa lagu;
  • Tari tanggai dibawakan oleh Zuriyana dan kawan-kawan;
  • Pelelangan Kue dan Ayam Bakar, dipandu oleh Guru Robin. Acara lelang ini berlangsung selama 1 (satu) jam;
  • Kakak sulung kami sebagai mempelai pria diminta menyayi membawakan lagu berjudul Fatwa Pujangga;
  • Kakak ipar penulis sebagai mempelai wanita diminta menyanyi membawakan lagu berjudul Jangan menyesal;
  • Ayahanda penulis dan besan laki-laki menari di iringi dengan lagu Malin kundang;
  • Ibunda penulis dan besan prempuan menari di iringi denga lagu Bedana;
Penulis merekam beberapa lagu pada kegiatan ini dengan Tape Recorder, dan acara ditutup saat waktu telah menunjukkan pukul 02.00 WIB dinihari..
 
Tanggal 25 Juli 1976, Hari Minggu
Kembali keperantauan 

Pada hari minggu pukul 08.00 WIB, dilanjutkan kembali acara resepsi pernikahan Kakak sulung kami untuk melanjutkan hiburan dari Grup Musik Ida Laila. Pada saat itu merupakan salah satu kelompok musik yang terpopuler di Prabumulih. Acara hiburan ini berakhir, tepat pada pukul 14.00 WIB.

Acara dilanjutkan dalam bahasa Lubai mengarak penganten yaitu kedua mempelai dibawa menelusuri jalan yang membelah Desa Baru Lubai dan Kurungan Jiwa. Kakak sulung kami dan kakak ipar menaiki mobil Sedan milik Wak Haji Tajuddin Wahab dari kota Palembang. Saat itu arak-arakan pengantin biasanya sepasang mempelai biasa diarak dengan menaiki sebuah gerobak, yang dihiasi dengan beberapa kain dan kertas manila. Menurut pengamatan penulis, arak-arakan pengantian merupakan yang mewah pada masa itu. Mengarak pengantin dimulai pukul 16.00 WIB berakhir pukul 16.30 WIB.

Demikian Cerita pulang kampung dalam rangka pernikahan kakak Iskandar bin M. Ibrahim, banyak peristiwa yang tidak bisa dituliskan semua disini. Semoga cerita bermanfaat.
 
Salam interaksi. 
 
Kata kunci : cerpul - cerita pulang kampung

Tidak ada komentar

Cerewet 11

  Kejadian lucu itu masih teringat jelas sampai sekarang. Saat itu tahun 2019, kami sekelompok teman memutuskan untuk berkunjung ke Bantul...

Diberdayakan oleh Blogger.