Cersan 06

Di tepian sebuah danau hiduplah seekor burung bangau. Dengan keahlian
dan kelincahannya berburu membuat burung bangau itu tidak kekurangan
makanan. Namun sekarang ini kehidupan Bangau sedang susah.
Keadaannya memprihatinkan. Usia tua telah menggerogotinya. Hingga ia
tidak selincah dulu lagi dalam mencari makanan. Lama-kelamaan tubuh
Bangau menjadi kurus.
“Lama-lama aku bisa mati,” pikir Bangau. “Aku harus mencari akal. Bagaimana caranya aku bisa tetap makan tanpa bersusah payah.”
Lalu
Bangau pun mulai berpikir dengan keras. Dan terbetiklah sebuah ide di
kepalanya. Ide itu melintas ketika dilihatnya sebuah mesin pemompa air
yang digunakan petani untuk mengairi sawah. “Aku tahu!” katanya. Lalu Bangau mulai menjalankan rencana jahatnya.
Hari
ini Bangau sengaja menampilkan wajah sedih. Seharian ia hanya termenung
saja. Ikan dan katak yang lewat dibiarkannya berlalu. Hal ini tentu
mengundang perhatian seluruh penghuni danau. “Burung Bangau, kenapa kau hanya termenung saja?” tanya seekor Ketam. “Oh Ketam, aku sangat sedih,” Bangau mulai menjalankan aksinya.
“Apa yang membuatmu sedih, Bangau?” tanya Ketam. “Katakan padaku. Mungkin aku bisa membantumu.” “Aku bukan sedih karena memikirkan diriku. Aku sedih karena memikirkan nasib kalian semua,” kilah Bangau.
Percakapan
Bangau dan Ketam mengundang perhatian ikan-ikan di sekitar mereka.
Mereka kemudian berkumpul untuk mendengarkan percakapan Bangau dan
Ketam.
“Kalian lihat mesin penyedot air itu?” tanya Bangau
seraya menunjuk sebuah mesin pompa air yang diletakkan orang di tepi
danau. Mesin itu sedang digunakan petani untuk mengairi sawah. “Ada apa dengan mesin itu, Bangau?” tanya ikan-ikan.
“Itulah
yang membuatku sedih,” kata Bangau. “Aku mendengar para petani itu
bercakap-cakap kalau mereka akan menggunakan mesin itu untuk
mengeringkan danau ini.”
“Benarkah itu Bangau?” tanya ikan-ikan. “Coba
kalian perhatikan sendiri. Air di danau ini semakin berkurang. Dan
mesin itu terus saja bekerja menyedot air. Lama-lama danau ini akan
kering,” kata Bangau.
“Lalu bagaimana dengan nasib kami kalau
danau ini dikeringkan?” ikan-ikan menjadi sedih. Tanpa air mereka tidak
akan dapat hidup. “Tenang. Tenang semua,” kata Bango. “Aku punya jalan keluar untuk kita semua.”
“Coba katakan kepada kami.”
“Tak
jauh dari danau ini ada sebuah danau lain yang lebih besar. Danau itu
sangat bagus. Dan airnya juga jernih. Aku telah terbang kesana untuk
melihatnya. Kalian bisa pindah kesana kalau kalian mau,” kata Bangau.
“Tapi bagaimana caranya kami dapat pindah?”
“Itu pun sudah aku pikirkan. Aku bersedia memindahkan kalian semua ke danau yang baru,” kata Bangau.
“Terima kasih Bangau,” kata Ikan-ikan serempak. Mereka sangat gembira menerima usulan Bangau.“Tapi aku tidak bisa memindahkan kalian semua sekaligus,” kata Bangau tersenyum. “Tak apa. kami akan sabar menunggu giliran,” kata Ikan-ikan.
Maka
sejak hari itu sibuklah Bangau memindahkan ikan-ikan itu ke danau baru
yang dijanjikan. Tiap hari Bangau membawa terbang ikan-ikan itu ke
tempat yang jauh.
Adapun sebenarnya burung Bangau tidak
memindahkan ikan-ikan ke danau yang baru. Tetapi ia mem bawa ikan-ikan
itu ke suatu tempat untuk kemudian dimakannya sendiri.
Kini
semua ikan telah habis dimakannya. Tinggallah seekor ketam yang belum
lagi dipindahkan. Dia yang paling akhir yang akan dipindahkan.
“Bagaimana aku membawamu wahai Ketam. Tubuhmu sangat keras. Aku tidak mungkin membawamu dengan paruhku,” kata Bangau. “Tak apa, biarkan aku berpegangan pada lehermu, Bangau,” kata Ketam.
Ia
kemudian berpegangan pada leher Bangau dengan capitnya. Tanpa rasa
curiga Bangau membawa ketam terbang jauh. Namun sekian lama mereka
terbang, danau itu belum juga kelihatan.
“Di mana danau itu, Bangau?” tanya Ketam. “Sebentar lagi,” sahut Bangau. Ketam mencoba ber sabar. Walau capitnya telah lelah berpegangan pada leher Bangau. Dari kejauhan dapatlah ia melihat duri-duri ikan berserakan. Tahulah ia kalau selama ini Bangau telah menipu mereka.
“Bangau, aku membatalkan keinginanku untuk pindah ke tempat yang baru,” kata Ketam. “Lalu bagaimana?” tanya Bango. “Aku ingin kembali ke tempatku.”
“Kenapa?”
“Kau
telah berbohong, bukan? Kau tidak memindahkan ikan-ikan itu ke tempat
yang baru. Tapi kau memakan mereka semua. Betul atau tidak?” Bango tertawa. “Kamu sungguh cerdik, Ketam.”
“Kembalikan aku ke dalam danau! Kalau tidak aku akan menjepit lehermu sanpai putus!” kata Ketam mengancam.
Bango
ketakutan dan mengembalikan Ketam ke danau semula. Ketika telah sampai
Ketam tidak mau melepaskan leher Bangau. Ia justru mencepitnya
erat-erat. Hingga akhirnya Bangau itu mati.
Sepeninggal Bangau semua binatang yang masih tertinggal dalam danau hidup dengan tenang.
Demkian, cerita berkesan ini. Sampai jumpa dilain waktu dan kesempatan.
Salam interaksi.
Post a Comment